Harga emas (XAU/USD) kembali terseret turun pada perdagangan Selasa (28/10), menandai pelemahan signifikan setelah sempat bertahan di atas level psikologis $4.000. Logam mulia ini anjlok hingga $3.971 terendah sejak pertengahan Oktober karena pelaku pasar mulai kembali berani mengambil risiko setelah tensi dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok menunjukkan tanda-tanda mereda.
Emas kehilangan daya tariknya sebagai aset safe haven ketika hubungan dagang dua ekonomi terbesar dunia mulai mencair, kondisi tersebut membuat permintaan terhadap aset berisiko seperti saham dan obligasi meningkat, sehingga tekanan jual pada emas kian kuat.
Dari sisi teknikal, menurut analisis dari Dupoin Futures Indonesia, Andy Nugraha, menjelaskan bahwa kombinasi pola candlestick dan pergerakan Moving Average saat ini masih mengindikasikan tren bearish yang dominan pada XAU/USD. Dengan momentum yang cenderung negatif, potensi pelemahan lanjutan terbuka menuju area $3.950, yang menjadi level support kuat untuk jangka pendek. Namun jika harga gagal menembus level tersebut, potensi rebound menuju $4.059 bisa terjadi sebagai bentuk koreksi teknikal.
Selain faktor teknikal, pelaku pasar global juga menanti rapat kebijakan The Federal Reserve (The Fed) pada hari Rabu mendatang. Ekspektasi terhadap penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin kini mencapai hampir 97%, menurut data dari CME FedWatch Tool. Keputusan ini akan menjadi katalis penting bagi arah pergerakan emas berikutnya. “Jika The Fed memutuskan memangkas suku bunga, hal itu dapat menjadi penahan sementara bagi penurunan harga emas,” ungkap Andy.
Di sisi lain, kabar positif datang dari Washington dan Beijing. Menteri Keuangan AS Scott Bessent menyampaikan bahwa kedua negara telah menyepakati kerangka kerja baru untuk meredakan ketegangan perdagangan, termasuk pembatalan rencana tarif 100% terhadap produk Tiongkok yang semula akan berlaku mulai 1 November. Pertemuan antara Presiden Donald Trump dan Presiden Xi Jinping di sela-sela KTT Asia di Korea Selatan pada Kamis nanti juga diharapkan memperkuat arah kesepakatan dagang yang lebih stabil.
“Pasar kini mulai menilai bahwa risiko perang dagang semakin berkurang, sehingga investor cenderung meninggalkan aset pelindung seperti emas,” tambah Andy. Pandangan ini juga sejalan dengan komentar David Meger, Direktur Perdagangan Logam di High Ridge Futures, yang menilai bahwa potensi kesepakatan perdagangan antara AS dan Tiongkok menandakan menurunnya permintaan terhadap aset safe haven.
Meski begitu, tidak semua indikator ekonomi memberi tekanan tambahan. Indeks Dolar AS (DXY) justru melemah tipis 0,07% ke 98,84, dan imbal hasil obligasi AS 10-tahun turun ke 3,997%. Penurunan imbal hasil riil AS yang biasanya bergerak berlawanan arah dengan emas sempat menahan penurunan harga logam mulia tersebut.
Andy menyarankan agar investor tetap berhati-hati dalam mengambil posisi menjelang keputusan The Fed. Menurutnya, volatilitas harga emas cenderung meningkat pada periode menjelang rilis kebijakan moneter dan berita geopolitik penting. “Selama harga emas belum mampu menembus kembali di atas $4.000 secara konsisten, tekanan bearish masih dominan,” tegasnya.
Artikel ini juga tayang di VRITIMES


