DNews|Tanjungpinang Kasus yang dulu senyap, kini menimbulkan tanda tanya baru. Sentot Faisal, pejabat yang pernah dikaitkan dengan dugaan pemalsuan dokumen perjalanan dinas tahun 2018, justru naik posisi menjadi Plh Kepala Biro Umum Pemprov Kepri. Publik pun bertanya: apakah hukum di Kepri benar-benar berjalan, atau hanya berhenti pada mereka yang tak punya kuasa ?
Di tengah ingatan publik terhadap kasus dugaan pemalsuan dokumen perjalanan dinas yang sempat menyeret namanya pada 2018, Sentot Faisal kembali mencuri perhatian.
Bukan karena proses hukum, melainkan karena promosi jabatan.
Pejabat yang dulu diperiksa penyidik Tipikor Ditreskrimsus Polda Kepri itu kini resmi menjabat sebagai Pelaksana Harian (Plh) Kepala Biro Umum Sekretariat Daerah Provinsi Kepulauan Riau.
Kenaikan posisi ini mengundang reaksi beragam, terutama dari kalangan internal pemerintahan.
Banyak yang mempertanyakan dasar penunjukan tersebut, mengingat kasus lama yang menyangkut namanya tidak pernah dijelaskan secara terbuka – baik oleh aparat penegak hukum maupun pihak Pemprov Kepri sendiri.
Penelusuran di Direktori Putusan Mahkamah Agung RI dan data PN Tanjungpinang menunjukkan bahwa nama Sentot Faisal sempat tercatat dalam perkara dugaan pemalsuan dokumen perjalanan dinas tahun 2018.
Namun kasus itu berhenti tanpa kejelasan. Tidak ada vonis, tidak ada pembebasan yang jelas, dan tidak ada keterangan resmi dari aparat penegak hukum.
Kini, ketika ia justru menempati jabatan strategis di Biro Umum, publik menilai hal ini sebagai anomali birokrasi.
Pertanyaan pun mengemuka: apakah integritas dan rekam jejak hukum masih menjadi ukuran dalam pengisian jabatan, atau sudah digantikan oleh pertimbangan kedekatan dan politik internal ?
Kasus Sentot Faisal menjadi cermin betapa isu integritas di tubuh birokrasi Kepri masih rawan dikaburkan oleh kepentingan kekuasaan.
Publik menunggu penjelasan resmi agar tidak timbul kesan bahwa hukum di Kepri hanya tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas.










