Dinastinews.com – Melawi | Kalimantan Barat. 29 Juli 2025Pembangunan Jembatan Rangka Baja Sei Boli di Desa Bora, Kecamatan Sayan, Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat, yang semula digadang-gadang menjadi penghubung vital antarwilayah kini berubah menjadi sorotan publik setelah gagal diselesaikan sesuai target. Proyek strategis senilai hampir Rp2 miliar ini dinilai mangkrak dan menjadi potensi kerugian negara.
Jembatan yang berlokasi di ruas jalan provinsi Nanga Pinoh – Kota Baru Km 7 tersebut semestinya rampung pada Januari 2025. Namun, hingga akhir Juli 2025, tidak tampak progres signifikan. Kondisi fisik proyek stagnan, aktivitas konstruksi nihil, dan struktur jembatan belum bisa difungsikan, membuat publik geram dan mencium indikasi penyimpangan serius dalam proses pelaksanaannya.
Proyek ini dibiayai melalui APBD Perubahan Kabupaten Melawi Tahun Anggaran 2024 sebesar Rp1,99 miliar, dengan pelaksana CV. Yibita Karya. Berdasarkan kontrak kerja yang dimulai sejak 28 Oktober 2024 dan memiliki masa pelaksanaan 65 hari kalender, proyek semestinya telah selesai pada awal Januari 2025. Namun kenyataannya, pembangunan tidak kunjung tuntas tanpa kejelasan dari pihak terkait.
Keterlambatan ini memicu reaksi keras dari warga dan kelompok pemerhati korupsi. Masyarakat yang terdampak langsung oleh tersendatnya mobilitas dan kegiatan ekonomi akibat terbengkalainya jembatan tersebut menuntut Pemerintah Kabupaten Melawi, khususnya Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR), untuk bertanggung jawab secara terbuka.
Koordinator Tim Investigasi dan Analisis Korupsi (TINDAK), Yayat Darmawi, SE, SH, MH, menyatakan bahwa proyek tersebut telah gagal secara teknis dan administratif. Ia juga menduga kuat adanya potensi praktik curang dalam proses perencanaan dan pelaksanaan proyek.
“Proyek ini jelas-jelas tidak selesai sesuai kontrak. Ini dapat dikategorikan sebagai kegagalan konstruksi. Kami menduga ada indikasi permainan sejak awal, mulai dari mekanisme pengadaan hingga pelaksanaan,” ujar Yayat saat dikonfirmasi melalui WhatsApp.
Menurut Yayat, jika proses pengadaan dilakukan secara transparan dan profesional, kejadian semacam ini seharusnya tidak terjadi. Ia menyoroti adanya kemungkinan jalur ‘lobi-lobi’ dan praktik tidak sehat yang menyusup ke dalam sistem tender proyek, membuka celah bagi terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme.
“Kalau pelaksana proyek dipilih berdasarkan jalur kekeluargaan, kedekatan politik, atau kesepakatan gelap, maka jangan heran jika hasilnya adalah proyek gagal seperti ini. Ini harus dikaji secara yuridis dan diaudit secara forensik,” tambahnya.
Sejumlah warga juga menilai bahwa Pemerintah Kabupaten Melawi gagal melakukan pengawasan yang memadai. Mereka meminta agar Pemkab tidak hanya memberi sanksi administratif, tetapi juga membuka pintu penyelidikan hukum dengan melibatkan aparat penegak hukum seperti Kejaksaan atau KPK, bila ditemukan unsur pidana.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak DPUPR Kabupaten Melawi maupun CV. Yibita Karya. Bungkamnya pihak terkait semakin memperkuat dugaan publik bahwa ada sesuatu yang sengaja ditutup-tutupi dalam proyek ini.
Desakan agar dilakukan audit independen oleh BPK atau BPKP serta pelibatan aparat hukum kini menguat di tengah kekecewaan publik. Pemerintah Daerah diminta segera mengambil langkah konkret untuk menyelamatkan anggaran dan memastikan proyek strategis tidak menjadi ladang penyimpangan.
DNC | Tim Redaksi [*]