Konflik Horizontal Mengintai, LBH Peringatkan Dampak Adu Domba dalam Sengketa Lahan PT RJP di Kubu Raya
Dinastinews.com PONTIANAK— Konflik agraria antara warga Desa Sukalanting, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Rajawali Jaya Perkasa (RJP) kembali memanas.
Pada Senin, 7 Juli 2025, terjadi bentrok fisik di kawasan perkebunan sawit Tanjung Manggis antara warga dan sekelompok orang yang disebut-sebut dibawa oleh pihak perusahaan.
Benturan tersebut berhasil diredam oleh warga meskipun tensi ketegangan tinggi. Warga mengklaim, kelompok tersebut tidak memiliki keterkaitan langsung dengan perusahaan, namun sengaja dihadirkan untuk memecah konsentrasi dan solidaritas masyarakat yang sedang memperjuangkan hak atas lahan mereka.
Pasca-insiden, puluhan warga Desa Sukalanting yang terdampak langsung dari dugaan pencaplokan lahan oleh perusahaan mendatangi kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) HERMAN HOFI LAW di Pontianak, Jumat, 11 Juli 2025, guna meminta pendampingan hukum.
Husni Mubarak, Kepala Dusun Tanjung Manggis, dalam menyampaikan bahwa konflik ini sudah berlangsung lama dan semakin berkembang ke arah yang mengkhawatirkan.
Ia menegaskan bahwa warga tetap berusaha menahan diri agar tidak terpancing provokasi, namun berharap persoalan ini segera mendapatkan titik terang.
“Kami datang ke LBH ini karena sudah terlalu lama masyarakat dibiarkan menderita. Bahkan hari Senin lalu, kami dihadapkan dengan orang-orang tak dikenal. Kami tak ingin konflik horizontal pecah, karena itu kami mendatangi kantor ini,” ujar Husni.
Pernyataan keras juga disampaikan oleh Dr. Herman Hofi Munawar, Direktur LBH HERMAN HOFI LAW, yang menilai kasus ini mencerminkan kelalaian dan kelambanan pemerintah daerah dalam menangani konflik agraria yang sistemik dan berulang.
“Sudah bertahun-tahun masyarakat Sukalanting menjerit. Ini bukan hanya masalah sengketa lahan, tapi masalah ketidakadilan yang dibiarkan. Pemerintah Kabupaten Kubu Raya, khususnya Dinas Perkebunan dan BPN, harus segera memeriksa HGU PT RJP dan menyelesaikan persoalan ini secara tuntas,” tegas Herman.
Ia menambahkan bahwa sebagian besar warga memiliki bukti kepemilikan lahan berupa SPT dan beberapa sertifikat serta tanaman tumbuh seperti pohon karet yang selama ini mereka rawat dan kelola.
Namun secara sepihak, pihak perusahaan diduga mengambil alih lahan tersebut tanpa ganti rugi ataupun kesepakatan dengan pemilik sah.
Lebih lanjut, Herman juga menyoroti dugaan adanya upaya sistematis dari PT RJP untuk memecah belah masyarakat melalui penggunaan kelompok tertentu guna menciptakan konflik horizontal.
“Perusahaan tidak hanya menyerobot lahan, tapi juga memainkan strategi adu domba. Ini sangat berbahaya. Jika dibiarkan, akan timbul konflik. Dan seperti biasa, yang dikorbankan selalu rakyat kecil,” ujarnya.
Tidak hanya itu, PT RJP juga diduga melanggar Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, karena tidak menjalankan kewajibannya membentuk pola kemitraan melalui kebun plasma seluas 20 persen dari total konsesi kepada masyarakat sekitar.
Menurut Herman, tak satu hektare pun plasma yang direalisasikan untuk warga Sukalanting di Kubu Raya.
“Plasma tidak ada, lahan masyarakat malah disikat. Ini kezaliman luar biasa. Pemerintah harus tegas. Ini bukan hanya soal administratif, ini soal nasib hidup masyarakat yang bergantung pada tanahnya,” tutur Herman.
Ia juga mendesak aparat penegak hukum untuk segera bertindak atas dugaan pelanggaran pidana yang dilakukan oleh perusahaan, termasuk upaya penghasutan dan provokasi yang dapat berujung pada konflik sosial.
“Tindakan adu domba dan penghasutan adalah tindak pidana. Kepolisian harus segera turun tangan sebelum masyarakat terseret lebih jauh dalam konflik. Kita harus bergerak cepat untuk mencegah kekerasan horizontal,” imbuhnya.
Sumber : Dr.Herman Hofi/Warga Masyarakat.
Red/ Taem,