Arfiana Maulina, perempuan muda berdarah Dayak dari Raut, Kalimantan Barat, dengan latar belakang ayah berdarah Jawa, telah menjelma menjadi sosok inspiratif yang mengangkat Lerak, sabun alami tradisional Indonesia, sebagai warisan budaya Asia yang kini mendunia. Terinspirasi dari nilai-nilai adat Dayak yang menghormati alam dan air sebagai sumber kehidupan, Arfiana mengembangkan Lerak melalui Alira Alura dan Yayasan Tirta Artha Asri WateryNation, menjadikannya produk eco-friendly modern yang menjaga air bersih dan mendukung pertanian berkelanjutan.
Sejak tahun 2020, Arfiana aktif memperkenalkan Lerak sebagai bagian dari kampanye pelestarian warisan budaya Indonesia dan Asia melalui kampanye #BacktoLerak. Upayanya terus mendapat pengakuan global, mengantarkan Lerak dan Alira Alura tampil di ajang internasional seperti APFSD Youth Forum 2025 di Bangkok, Top 15 Generation Hope Goals, dan Youth Co:Lab Indonesia 2021, GYCN Y2Y The World Bank Group C4C MTE Climate Ambassador Program.
Sebagai Perempuan Dayak, Arfiana membawa pesan penting bahwa tradisi dan warisan indigenous bukan hanya bagian dari masa lalu, melainkan kunci solusi masa depan di mana menjaga air bersih, mendukung ekonomi sirkular, dan mempromosikan praktik pertanian regeneratif menjadi fondasi utama. Dengan semangat #KillGermsNotFish, Arfiana mengajak dunia untuk kembali pada kearifan lokal sebagai jawaban atas krisis lingkungan global.
Jakarta, 3 Maret 2025 — Terlahir dari ibu berdarah Dayak dari Raut, Kalimantan Barat dan ayah keturunan Jawa, Arfiana Maulina tumbuh dalam dua arus budaya yang saling melengkapi dan menghormati alam dan memaknai keseimbangan hidup.
Dari ibunya, perempuan indigenous Dayak yang hidup berdampingan dengan sungai, hutan, dan tanah, Arfiana belajar bahwa alam bukan sekadar tempat tinggal, melainkan rumah yang harus dijaga.
Nilai-nilai itulah yang hari ini dibawanya ke panggung dunia melalui Lerak, sabun alami tradisional yang kini menjelma menjadi ikon solusi hijau dari Asia.
Mewarisi filosofi Dayak yang memandang air sebagai sumber kehidupan yang sakral, Arfiana melihat langsung bagaimana komunitas adat menjaga sungai sebagai nadi kehidupan. Tradisi mengelola sumber daya alam selalu dilakukan dengan cara yang selaras dengan alam. Lerak, buah yang tumbuh liar di hutan dan digunakan secara turun-temurun sebagai pembersih alami, bukan sekadar produk, ia adalah simbol hubungan harmonis antara manusia dan bumi. Inilah yang menginspirasi Arfiana mengangkat Lerak ke tingkat global melalui Alira Alura dan Yayasan Tirta Artha Asri WateryNation.
Sebagai Perempuan Dayak-Jawa, Arfiana memahami bahwa di era modern, kearifan lokal justru memegang peran penting dalam menjawab krisis lingkungan global. Pencemaran air akibat limbah deterjen sintetis yang menyumbang hingga 80% polusi air rumah tangga (UNESCO, 2021) menjadi alarm yang membawanya kembali ke akar tradisi. Melalui riset dan inovasi, Lerak kini hadir sebagai produk eco-friendly modern yang tidak hanya melindungi air, tetapi juga mendukung regenerative agriculture di Indonesia.
Sejak tahun 2020, Arfiana dan WateryNation memperkenalkan Lerak melalui kampanye #BacktoLerak, mengangkat Lerak sebagai warisan budaya Indonesia dan Asia yang layak menjadi solusi global.
Perjalanan itu terus berkembang, membawa Arfiana dan Alira Alura ke panggung-panggung global seperti APFSD Youth Forum 2025 di Bangkok, Top 15 Generation Hope Goals, GYCN The World Bank Group Y2Y C4C MTE Climate Ambassador Program 2025 dan Youth Co:Lab Indonesia 2021. Di forum-forum itu, Arfiana tidak hanya berbicara tentang produk, tetapi juga tentang bagaimana kearifan perempuan adat terutama Dayak telah lama memegang kunci menjaga keberlanjutan.
“Sebagai perempuan Dayak-Jawa, saya tumbuh dengan kesadaran bahwa air bukan hanya sumber kehidupan, tapi juga warisan budaya yang harus dijaga. Apa yang saya lakukan dengan Lerak bukan sekadar membangun bisnis, tapi melanjutkan amanah leluhur yang selalu mengajarkan bahwa menjaga air berarti menjaga hidup,” ungkap Arfiana.
Harapannya, melalui kemitraan dengan petani di Cepu, Lerak tidak hanya hadir sebagai produk ramah lingkungan, tetapi juga pilar ketahanan ekonomi komunitas lokal. Dengan mengusung sistem intercropping, petani tidak hanya menanam Lerak, tetapi juga tanaman pangan lain yang mendukung keanekaragaman hayati dan ketahanan pangan.
“Lerak bukan sekadar produk. Ini adalah cara saya merawat jembatan antara warisan Orang Tua, Dayak-Jawa, Indonesia, Asia dan masa depan dunia. Saya ingin semua orang tahu, solusi masa depan bisa lahir dari hutan kita sendiri, dari apa yang sudah dijaga oleh ibu-ibu dan nenek-nenek di kampung saya,” tutup Arfiana.
Dengan kombinasi kearifan lokal Dayak, inovasi teknologi, dan semangat kolaborasi lintas budaya, Arfiana Maulina dan Alira Alura membuktikan bahwa perempuan adat tidak hanya menjaga tradisi, tetapi juga membawa tradisi itu ke panggung dunia sebagai solusi keberlanjutan yang relevan dan berdampak nyata.
Artikel ini juga tayang di VRITIMES