RajaBackLink.com

Krisis Pangan Global Mengancam – Indonesia Harus Benahi Kebijakan

Krisis Pangan Global Mengancam – Indonesia Harus Benahi Kebijakan

Dinastinrws.com Aceh

Jakarta, 16 Maret 2023, Isu serius tentang dunia dalam ancaman krisis pangan global telah berlangsung
sejak beberapa dekade terakhir. Agenda pembahasan dari para pemimpin dunia
terus berlangsung pada berbagai tingkatan diplomasi internasional.

Tak terkecuali
Indonesia juga harus membenahi kebijakan di bidang tata kelola pangan jika ingin
terhindar ancaman krisis pangan yang bisa menganggu tekad menjadi negara maju
menuju Indonesia Emas pada 2045. Faktor jumlah penduduk yang semakin besar
adalah pemicu isu ini makin sentral.

Hal inilah yang topik Nagara Institute, lembaga kajian politik berkedudukan di

Jakarta, yang mengangkatnya menjadi kajian serius pada dua layer yakni Focus

Group Discussion (FGD) dan Riset Indepth yang berjalan pararel sejak Desember

2022 lalu.

Seminar nasional yang kali ini berlangsung di Hotel Sultan Jakarta
adalah seminar hasil FGD dari rally FGD yang diselenggarakan Nagara Institute
pada tiga kota yakni Bandung, Makassar dan Palembang serta sebuah roundtable
discussion di Jakarta minggu ketiga Desember tahun lalu.
Seminar nasional ini
mengusung tema “Pembenahan Kebijakan Pangan Menuju Indonesia Emas”.

Sejumlah menteri hadir sebagai pembahas yakni Menteri Pertanian Syahrul Yasin

Limpo, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Menteri BUMN Erick Thohir,
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Kepala Badan Pangan Nasional
(Bapanas) Arief Prasetyo Adi, Menteri ATR BPN, Ketua UMum HKTI Moeldoko,
beberapa anggota Komisi IV DPR-RI, Kabulog Budi Waseso, Staf Khusus
Presiden Bidang Ekonomi Arief Budimanta, dan sejumlah ahli pangan seperti ahli
Pangan IPB Prof Dwi Andreas dan Khudori.

Hadir pula para pejabat yang
mengurusi pertanian dari beberapa provinsi lumbung pangan yakni Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Sumatera Selatan. Juga para
pengambil kebijakan dari BUMN yang berkaitan dengan pangan semisal Dirut PT
Pupuk Indonesia, RNI, PTP dan Sang Hyang Seri.

Ancaman Krisis Pangan

Dari rangkaian FGD yang dilakukan, ditemukan fakta bahwa situasi pangan global
memang sedang tidak baik-baik saja. Dunia sedang dihantui ancaman krisis pangan global yang secara langsung maupun tak langsung tergambarkan pada situasi di
Kawasan-kawasan utama pertanian. Misalnya, populasi yang terus meningkat
signifikan, sementara volume produksi pangan penuh dengan ketidakpastian.

Pada tingkat global, ketidakpastian produksi pangan ini terjadi lantaran terjadi

perubahan iklim yang ekstrem dan lahan untuk tanaman pangan terus terjadi

penyusutan luasan dan degradasi kualitas. Selain itu, tensi politik dan keamanan

yang panas dan masih adanya proteksionisme dan hambatan non-tarif juga
menganggu distribusi pangan global.

Di dalam negeri, Indonesia juga menghadapi permasalahan pangan yang cukup
pelik. Jumlah penduduk juga terus meningkat signifikan, dan pada 2045
diperkirakan mencapai 319 juta jiwa. Di saat yang sama, terus terjadi alih fungsi
lahan pertanian secara masif. Lahan yang tersisa pun kualitasnya terus mengalami
penurunan. Sehingga, defisit pangan dalam negeri bukan hal yang mustahil bisa
terjadi.

Masalah lain yang menjadi temuan dan sebenarnya telah lama menjadi momok

adalah seringnya terjadi instabilitas dan disparitas antara pasokan dan harga

pangan baik antar-wilayah maupun antar-waktu. Ini situasi yang tidak hanya

merugikan petani di tingkat hulu, tapi juga memberatkan konsumen di tingkat hilir.

Pembenahan Sistem Pangan

Dengan kondisi seperti itu, Indonesia juga bisa terimbas dampak dari ancaman
krisis pangan global tersebut. Sebab, selama ini sistem tata kelola pangan nasional

memang banyak problem yang membutuhkan jika ditelisik dari berbagai aspek.

Aspek kelembagaan, misalnya, tata kelola pangan kita masih lemah terutama pada

koordinasi pengelolaan pangan lintas sektor dan antar-lembaga pemerintah,
manajemen data pangan yang dapat diandalkan untuk basis kebijakan, manajemen
pengelolaan cadangan pangan, dan posisi petani.

Karena itu, pemerintah perlu memperkuat lembaga-pembaga yang bersinggungan

langsung dengan tata kelola pangan, seperti Bapanas dan Bulog. Misalnya, untuk

Bapanas, diberi wewenang dalam hal penyerapan hasil panen, mekanisme

pembentukan harga, dan persetujuan importasi. Belum lagi soal penganggaran

untuk mendukung pengelolaan kebijakan Lembaga baru namun sangat sentral ini.

Sementara untuk Bulog sendiri butuh ruang fleksibilitas dalam menetapkan harga beli dan skema pembayaran pada petani. Produk Bulog pun juga harus dilibatkan

dalam program sosial pemerintah.

Pemerintah juga diminta tidak lupa untuk memperkuat posisi petani. Misalnya,
mendukung penguatan BUMDES sebagai agregator petani, mendukung

pengembangan jasa produksi pertanian seperti pergudangan, transportasi, dan

pengadaan input, mendorong koperasi melibatkan petani, pelaku jasa pertanian,

distributor, dan pedagang, dan memberikan pendampingan dan peningkatan

kapasitas Korporasi Petani.

Selain masalah kelembagaan, pemerintah juga perlu meningkatkan kualitas sumber

daya manusia (SDM) dan teknologi di sektor pertanian. Sebab, dua hal ini juga

masih tergolong sangat lemah. Untuk peningkatan kualitas SDM, bisa dilakukan

dengan penguatan sekolah kejuruan dan pendidikan tinggi pertanian dengan

kurikulum pengembangan produk hasil pertanian. Untuk pengembangan teknologi,
misalnya, bisa dilakukan pengembangan mesin pertanian yang sesuai untuk petani

dengan skala lahan kecil dan teknologi pertanian yang mendukung keberlanjutan.

Sementara itu, untuk meningkatkan produkvitas sektor pertanian, pemerintah juga
harus melakukan pembenahan pada masalah pupuk, ketersediaan lahan, dan sistem
Irigasi. Dalam hal pupuk, misalnya, dalam jangka pendek pemerintah harus
menjamin ketersediaan pasokan kalium sebagai bahan baku pupuk. Dalam jangka

panjang, harus ada pembangunan/investasi pada fasilitas produksi bahan baku

pupuk. Selain itu, harus ada perbaikan sistem subsidi pupuk dan jaminan

ketersediaan variasi kombinasi pupuk untuk kesesuaian dengan kondisi geografis

setiap daerah.

Selain itu, pemerintah juga harus memberikan perlindungan lahan untuk pertanian
dalam rencana tata ruang wilayah nasional maupun daerah agar tidak terjadi alih
fungsi lahan pertanian secara masif. Atau, perluasan lahan pertanian bisa dilakukan
dengan pemulihan lahan bekas tambang.

Salah satu kelemahan di sektor pertanian adalah masalah infrastruktur transportasi
dan ekosistem logistik pangan. Dua hal ini juga harus dibenahi oleh pemerintah. Untuk infrastruktur transportasi, perlu adanya peningkatan akses jalan yang menghubungkan sentra produksi pangan dengan simpul transportasi atau pusat

konsumen dan peningkatan jumlah dan kapasitas pelabuhan di daerah-daerah

sentra produksi pangan agar distribusi pangan antar-waktu antar-wilayah tidak

mengalami gangguan.

Sementara, untuk ekosistem logistik, pemerintah bisa memberikan subsidi untuk

pengembangan untuk angkutan pangan seperti tol laut dan meningkatkan peran

BUMN bidang transportasi dalam mengatasi masalah distribusi pangan.

Pengembangan resi gudang juga perlu dikalukan melalui skema kerja sama swasta

dan bank-bank BUMN. Start-up agregator dan pergudangan di daerah sentra

produksi pangan juga perlu memperoleh dukungan pembiayaan dari pemerintah.

Masalah tata niaga produk pangan nasional juga perlu mendapatkan perhatian

serius. Sebab, jika tata niaga tidak diatur dengan baik, baik produsen maupun

konsumen sama-sama dirugikan. Misalnya, pemerintah harus menjamin
mekanisme terminasi pembayaran dari Bulog yang tidak memberatkan petani.

Selain itu, HPP yang ditetapkan pemerintah harus diatas biaya riil produksi
pertanian. Untuk menyerap produksi pertanian, pemerintah juga harus
meningkatkan kapasitas cadangan pemerintah mencapai 10% atau minimal untuk
kebutuhan 3 (tiga) bulan konsumsi nasonal.

Diharapkan, dengan pembenahan sistem tata kelola pangan ini, pemerintah telah
siap dengan strategi untuk menjamin kedaulatan pangan dalam jangka pendek,
menengah, dan panjang Indonesia bisa terhindar dari ancaman krisis pangan dan
pada 2045 mampu menjadi negara maju yang disokong oleh kedaulatan pangan

sendiri []

Penulis: Akbar Faizal Direktur Eksekutif Nagara Institute(NI)
Roni Gsnesha

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *