Beritapantau.online | Bekasi
Di tangkapnya satu dari dua pelaku buronan mafia tanah, Edy Jahrudin (60) oleh kejaksaan negeri Cikarang yang ditangkap di kediaman istri mudanya di Kampung Garon, Desa Setialaksana, Kecamatan Cabangbungin, Kabupaten Bekasi, mendapat tanggapan kuasa hukum terpidana yang mengaku bahwa klien nya bukan merupakan buronan ataupun mafia tanah.
“Berita yg di tayangkan beberapa media online klien anggap terlalu di dramatisir karena klien kami bukan merupakan mafia tanah, karena klien nya merupakan terpidana dalam dugaan kasus Pemalsuan Surat, dan saya tidak setuju dengan sangkaan mafia tanah” ujar Saputra SH, dan Achmad Yani, S.H Tim kuasa hukum Edi Jahrudin.
Saputra menjelaskan Berdasarkan bukti yang ada kepemilikan tanah atas nama ahli waris Senah Binti Mirin yang merupakan orang tua kandung klien nya dan masih terdaftar di buku besar yang berada di Desa Segera Makmur Kecamatan Tarumajaya, kalau di katakan mafia tanah saya sebagai kuasa hukum tidak berkenan dan sangat keberatan
Sedangkan upaya hukum akan di lakukan karena berdasarkan KUHAP dan hak-hak dari terpidana masih dapat di lakukan termasuk di lakukan peninjauan kembali atau PK, Dengan bukti – bukti temuan baru yang nantinya di ajukan,karena klienn kami sabelumnya menjadi pelapor, dengan kasus yang sama melaporkan Atih binti Melih yang diduga menjual lahan klien nya kepada saudara Bambang Widjaja, dan terhadap laporannya Atih binti Melih sudah di tetapkan sebagai tersangka dan terdipana sebagaimana Putusan Pengadilan Negeri Cikarang No: 644/Pid.B/PN.Ckr/2020, yang dimana Atih binti Melih terbukti secara memalsukan identitas dan surat2 lain agar dapat menjualnya kepada pihak Bambang Widjaja.
“Kalau di katakan klien nya sebagai mafia tanah itu sangat riskan dan terlalu di dramatisir, masa pelapor yang menjadi korban malah di tetapkan tersangka bahkan di sebut sebagai mafia tanah yang buron” lanjut Saputra
“Saat ini kami hanya meluruskan bahwa klain Kami murni bukan mafia tanah atau juga sebagai buronan, klain nya merupakan pemilik tanah dan saat ini di rugikan” tambahanya.
Dirinya menjelaskan sangat menghargai dan menghormati upaya hukum yang sedang berjalan terhadap klien ya, namun dengan di jebloskannya klien kami ke Lapas Pasir Tanjung sangat berdampak pada keluarganya, meksi ada surat pemberitahuan namun dalam surat petikan tersebut tidak ada untuk di perintahkan segera tahan.
“Berdasarkan KUHAP terlalu riskan harus dengan salinan putusan bila di lakukan eksekusi, dan di perbolehkan juga pidana menanyakan surat salinan, jadi keluarga merasa malu dengan masyarakat terkait di tahan keluarganya, dan kami sebagai kuasa hukum meluruskan bahwa bukan merupakan mafia tanah yang di sangkakan atau juga buronan”bebernya
“Saat ini saya belum dapat berkomunikasi dengan klien kami mengingat protokol kesehatan dan aturan di lapas, secepatnya kami akan melihat kondisi kliennya, dan pointnya sebagai penasehat hukum kami sangat menyayangkan dengan apa yang dilakukan Kejaksaan Cikarang yang langsung mengeksekusi tanpa ada partimbangan mengingat kondisi kliennya yang sudah usia lanjut dan tanpa adanya pemberitahuan secara formal terkait petikan putusan” tandes Saputra SH
Di ketahui sebelumnya terpidana Edi jahrudin telah melaporkan Atih alias fani farida atas pemalsuan surat yg telah menjadi sertifikat no. 2176 atas nama Fani farida yang dilekatkan ditanahnya Senah binti Mirin pewaris dari Edi jahrudin dkk, dalam laporan tersebut Fani farida di ketahui telah menjual tanah tersebut ke Bambang wijaya kemudian Bambang Wijaya melapor Edi jahrudin .
Dalam laporan Edi jarudin terlapor Atih binti Melih alias Fani farida telah diputus dan terbukti memalsukan surat, perkara pidana no. 644 (inkrach), surat palsu itu telah menjadi sertifikat hak milik no. 2176 yg dijual ke Bambang wijaya, yang dalam perkara ini sebagai pelapor,Jadi yg mana mafia tanah sesungguhnya.
Eksekusi yg dilakukan oleh jaksa eksekutor dasar hukumnya apa, karena sampai ketika Edi jahrudin di bawa oleh Jaksa eksekutor belum terima petikan maupun salinan putusan kasasinya.Berdasarkan pasal 226 kuhap dan dan pasal 234 kuhap, eksekusi bisa dilakukan apabila terpidana sudah terima salinan putusan kasasinya. ( RED )