Beritapantau.online |Ketua PBNU Saifullah Yusuf meminta agar pelaksanaan Muktamar ke-34 di Lampung dimajukan 17 Desember 2021.
Saifullah Yusuf menyebut bahwa pada saat ini PBNU tidak dalam keadaan baik-baik saja dengan membawa nama 27 pengurus wilayah yang tidak tahu di mana mereka bertemu, kapan, dan siapa yang mengundang.
Menanggapi hal itu, Anggota Panitia Muktamar ke-34 NU, KH Hafidz Taftazani menyayangkan pernyataan Saifullah Yusuf. Pernyataan tersebut menurut Kiyai Hafidz membuat seolaah-olah ada masalah di PBNU.
“Mestinya, orang sekelas Saifullah Yusuf mampu menahan diri dan menciptakan suasana yang kondusif serta tidak membuat resah warga Nahdliyin. Sekali lagi apa yang dikatankan Saifullah Yusuf membuat suasana jadi gaduh,” ucap Kiyai Hafidz dalam keterangan pers, Minggu (28/11/2021).
Kiyai Hafidz mengatakan bahwa Saifullah Yusuf tidak sadar bahwa di PBNU masih ada pemimpin yang memiliki mandat dari muktamar ke-33 tahun 2016 di Jombang, yaitu Ketua Umum KH. Said Aqil Siradj. Bukankah Saifullah Yusuf sendiri yang menjadi ketua panitia muktamar di Jombang.
“Kita tidak boleh menafikan seorang ketua umum yang memiliki mandat dari muktamar. Adalah sangat naif dalam sebuah organisasi, apalagi organisasi besar seperti NU, seseorang melakukan tindakan dengan menafikan pemimpin yang memiliki mandat. Itu merupakan sesuatu yang sangat fatal,” ujar Kiyai Hafidz.
Padahal, NU sebagai organisasi keagamaan terbesar yang memiliki moral dan etika tertinggi mestinya memberi contoh dalam melaksanakan roda organisasi. Maneuver yang dilakukan oleh Saifullah Yusuf tersebut dapat mengakibatan NU kehilangan “muruah”.
“Saya juga menyayangkan menuver Saifullah Yusuf yang membawa-bawa nama KH. Miftachul Akhyar selaku Pj. Rois Aam yang memiliki posisi paling tinggi yang sangat “manditho” di PB NU, ditarik-tarik untuk persoalan teknis. Padahal saya yakin bahwa di mukamar nanti beliau akan ditetapkan sebagai Rois Aam PBNU,” sambungnya.
Oleh karena itu, posisi Pj. Rois Aam jangan ditarik-tarik kepada hal-hal yang bersifat teknis, apalagi hal tersebut sampai menimbulkan pro dan kontra.
“Kita meyakini apa yang dilakukan oleh Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini tentang waktu pelaksanaan muktamar bukan keinginan pribadi, dan itu sudah barang tentu mempetimbangkan berbagai aspek dan Sekjen tidak akan lepas dari arahan dan tanggung jawab KH. Said Aqil Siradj sebagai satu-satunya mandatris yang ada di NU. Sehingga tidak ada siapapun dalam posisi memberikan perintah. Karena siapapun, dalam organisasi manapun jika seseorang sudah tidak menganggap mandataris dan masing-masing bisa melakukan apa yang ia inginkan, maka organisasi tersebut adalah organisasi yang amburadul. Dan itu tentu tidak boleh ada pada NU,” kata Kiyai Hafidz.
Jangan sampai muktamar NU di Lapung nanti ini seperti muktamar di Jombang, Jawa Timur, yang panitianya diketuai oleh Siafullah Yusuf.
“Kita ingat betul bahwa penyelenggaraanya secara teknis berantakan, di dalamnya terjadi banyak pro dan kontra,” ucapnya.
Kiyai Hafidz menjelaskan bahwa semua berharap muktamar menjalang Satu Abad NU di Lampung nanti akan menciptakan hal-hal baru sebagai pijakan tinggal landas menuju milennium kedua. Siapapun yang berada di jajaran pengurus NU, baik PB, PW maupun PC senantiasa menaati kode etik sesuai dengan aturan organisasi.
“Siapapun nanti yang akan terpilih menjadi pimpinan NU yang akan datang, kita ucapkan “innalilahi wa innailaihi rojuin”,” pungkasnya.*polman*