Jakarta (11/12) – Industri baja global tengah menjadi sorotan dunia. Perdebatan nasionalisasi ArcelorMittal yang mengemuka di Prancis menjadi sinyal kuat bahwa industri baja dunia kini berada pada titik krusial. Langkah Prancis mempertimbangkan nasionalisasi produsen baja terbesar mereka bukanlah isu lokal, melainkan cerminan gejolak global akibat banjir impor berharga murah, terutama dari Tiongkok, dan ketidakseimbangan struktur pasar dunia.
Analisis dari
Steel & Mining Insights yang ditulis Pengamat Industri Baja dan
Pertambangan, Widodo Setiadharmaji, menegaskan bahwa persoalan tersebut
bukanlah masalah lokal Prancis semata, melainkan bagian dari distorsi global
yang melanda banyak negara.
“Tekanan
yang dihadapi Prancis tidak dapat dilepaskan dari struktur pasar global yang
semakin didistorsi oleh selisih biaya dan kebijakan antarnegara,” tulis pengamat industri baja dan pertambangan, Widodo Setiadharmaji,
pada laman resminya.
Kondisi
ini menunjukkan bahwa industri baja modern tidak dapat berdiri sendiri tanpa dukungan
negara. Bahkan Prancis dengan notabene negara maju dan berteknologi tinggi, terdorong
mempertimbangkan nasionalisasi untuk menjaga keberlangsungan industrinya.
Tekanan Global Menguat
Pada laman resminya, Widodo Setiadharmaji menunjukkan bahwa Prancis kini
memasuki perdebatan nasionalisasi karena pabrik-pabrik baja mereka tidak mampu
bersaing dengan limpahan ekspor murah Tiongkok yang memproduksi lebih dari satu
miliar ton baja per tahun, atau lebih dari separuh produksi global.
Kondisi
Eropa yang menghadapi penurunan permintaan, tingginya beban energi, serta
kewajiban pajak karbon yang tidak berlaku di Asia, memperburuk daya saing
produsen lokal. Dalam situasi tersebut, ArcelorMittal menegaskan bahwa
nasionalisasi tidak akan menyelesaikan masalah struktural tanpa intervensi
kebijakan perdagangan yang kuat di tingkat Eropa.
Fenomena
ini menggambarkan bahwa ketidakseimbangan global bukan sekadar isu korporasi, melainkan
isu negara.
“Jika
industri baja nasional dibiarkan menghadapi distorsi global secara sendirian,
maka keberlanjutan pabrik-pabrik baja dalam negeri akan semakin rapuh dan
rentan terhadap tekanan pasar yang tidak seimbang,” tambah Widodo
Setiadharmaji.
Pembelajaran Prancis Relevan
untuk Indonesia
Sebagai
BUMN strategis yang menjadi penjaga ketahanan industri nasional, PT Krakatau
Steel (Persero) Tbk / Krakatau Steel Group (IDX: KRAS) menilai dinamika yang terjadi di
Eropa tersebut penting untuk menjadi pembelajaran bagi Indonesia. Tekanan
global yang memicu deindustrialisasi di negara maju dapat berulang di Indonesia
apabila negara tidak hadir melalui kebijakan yang kuat, adaptif, dan berpihak
pada industri domestik.
Direktur
Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, Akbar Djohan, menegaskan bahwa apa yang
terjadi di Prancis merupakan refleksi dari tantangan yang juga dihadapi
Indonesia.
“Kami
terus mendorong
kehadiran negara dalam membangun ekosistem industri yang adil, kompetitif, dan
berkelanjutan demi menjaga ketahanan industri nasional, karena kami percaya bahwa
keberlangsungan industri baja nasional tidak hanya ditentukan oleh efisiensi Perusahaan, tetapi juga oleh
arsitektur kebijakan negara” jelas Akbar Djohan yang juga menjabat sebagai Chairman Indonesia Iron & Steel Industry Association (IISIA) dan Chairman Asosiasi Logistik & Forwarder Indonesia (ALFI/ILFA).
Banjir
impor berharga murah juga terjadi di Indonesia dan berdampak langsung pada
utilisasi pabrik, kemampuan ekspansi, dan keberlanjutan perusahaan baja
nasional. Sehingga, Perseroan menilai bahwa kolaborasi antara
Pemerintah, BUMN,
dan industri menjadi kunci untuk menghindari tekanan deindustrialisasi seperti
yang dialami negara-negara Eropa.
Mewujudkan Kemandirian Industri
Nasional
Untuk meraih Asta Cita yang
dicanangkan oleh Presiden RI, Prabowo Subianto, kemandirian industri menjadi fondasi
utama bagi Indonesia untuk memastikan ketahanan ekonomi jangka panjang.
Kemandirian ini tidak hanya berarti mampu memproduksi kebutuhan strategis dalam
negeri, tetapi juga memastikan rantai pasok nasional tidak bergantung pada
fluktuasi pasar global maupun dominasi negara lain.
Dengan
membangun industri baja nasional yang kuat, efisien, dan berdaya saing, termasuk
melalui penguatan peran Krakatau Steel sebagai BUMN strategis, Indonesia dapat mengendalikan
sendiri kapasitas produksi untuk sektor-sektor vital seperti infrastruktur,
energi, pertahanan, dan manufaktur.
Kemandirian
industri menjadi simbol bahwa bangsa ini tidak hanya mampu memenuhi
kebutuhannya sendiri, tetapi juga siap menghadapi dinamika geopolitik dan
ekonomi global yang semakin tidak menentu. Melalui dukungan kebijakan yang
konsisten, penguatan ekosistem industri, serta komitmen terhadap penggunaan
produk dalam negeri, Indonesia dapat mewujudkan cita-cita untuk berdiri di atas
kaki sendiri berdikari dalam bidang industrialisasi.
Artikel ini juga tayang di VRITIMES


