DinastiNews.Com | Sekadau | Kalimantan Barat – Hasil investigasi di lapangan yang dilakukan oleh Awak Media selama beberapa hari terakhir, mencuat nama Aji sebagai salah satu pengepul dan pemodal penambangan emas ilegal (PETI) di wilayah Kabupaten Sekadau.
Aji merupakan bawahan langsung dari AS, seorang pemain besar dan pengepul hasil tambang emas ilegal di hampir seluruh pelosok Kalimantan Barat.
Menurut keterangan masyarakat di lapangan, Aji langsung turun ke lokasi tambang untuk mengambil hasil tambang dari para petani tambang di wilayah Sekadau.
Selain mengumpulkan hasil tambang, Aji juga sering memberikan modal pinjaman kepada pemilik mesin dan menyediakan alat-alat mesin kepada para penambang.
“Saya sering melihat Aji datang ke lokasi tambang dan mengambil hasil tambang. Dia juga sering memberikan modal pinjaman kepada kami,” ungkap HM, salah satu sumber.
Selain itu, Aji juga menyediakan bahan bakar minyak jenis solar (BBM subsidi) kepada para penambang dengan harga jual Rp13.500 – 14.000 per liter.
“Aji juga menyediakan BBM subsidi kepada kami dengan harga yang lebih mahal daripada harga pasar,” tambah DS, salah satu pekerja tambang.
Cara pembayaran pinjaman uang dan pembayaran BBM kepada Aji dilakukan dengan cara cicil, tergantung hasil tambang dalam seminggu atau perhari.
Harga emas per gram yang dibeli oleh Aji bervariasi, antara Rp1.850.000 hingga Rp1.900.000 per gram.
Aji juga menebar jaringan untuk pembelian emas hasil PETI di wilayah Sekadau, termasuk di Kec. Sekadau Hilir, Kec. Nanga Mahap, Kec. Nanga Taman, Kec. Sekadau Hulu, dan Kec. Belitang Hilir.
Aktivitas pengepul emas hasil PETI ini sudah berlangsung dalam rentang waktu yang cukup lama, namun tetap berjalan lancar dan tidak tersentuh hukum.
HM dan sumber lainnya juga mengatakan bahwa Aji sudah terkoneksi dengan APH yang ada di Kabupaten Sekadau dan Kalbar.
Dengan adanya dugaan koneksitas hasil tambang ilegal yang tersetruktur sistematis dan masif yang terselebung di Kabupaten Sekadau terjadi selama ini tanpa ada tindakan dan pengawasan, ancaman kerusakan lingkungan sudah menunggu di depan mata.
Isu pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Kalimantan Barat, termasuk Kabupaten Sekadau, adalah dilema pembangunan yang mendesak untuk dilakukan langkah – langkah nyata dari pemda.
Di satu sisi, aktivitas ini merupakan sumber mata pencaharian utama bagi ribuan masyarakat (ekonomi kerakyatan) di sisi lain, PETI menimbulkan kerusakan lingkungan yang parah, terutama pencemaran Daerah Aliran Sungai (DAS) oleh merkuri dan sedimentasi, yang secara langsung mengancam kesehatan masyarakat.
Solusi yang diusulkan oleh Awak Media yaitu percepatan legalisasi melalui penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan penerbitan Izin Pertambangan Rakyat (IPR), memerlukan peran proaktif dan kolaborasi terpadu dari pemerintah daerah.
Namun sangat di sayangkan hingga saat ini sepertinya pemda tidak peduli sama sekali. Tidak ada langkah – langkah yang sistimatis dan komprehensif untuk mengatasi masalah PETI ini.
Sementara Kapolda Kalbar hanya omon – omon saja dalam melakukan fungsi nya dalam penertiban PETI ini.
Kita sangat menyadari bahwa persoalan PETI ini bukan hanya persoalan penegakan hukum semata namun diperlukan kebijakan2 yang dilahirkan kepala daerah.
Pemda Kabupaten harus proaktif mendesak Pemerintah Provinsi untuk mempercepat penyelesaian dokumen administratif seperti Dokumen Reklamasi dan Rencana Pascatambang (RR & RPT).
Berdasarkan informasi dokumen ini sering menjadi penghalang utama penerbitan IPR.
Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian ESDM akan penetapan WPR setelah penerbitan IPR di tingkat Provinsi, serta mengusulkan revisi / perluasan WPR di daerah – daerah yang ekonominya sangat bergantung pada tambang rakyat, seperti Sekadau.
DPRD juga harus nya peka dalam persoalan masyrakat ini dengan memanfaatkan fungsi legislasi dan pengawasan untuk mendorong Pemda mengalokasikan anggaran dan sumber daya untuk tim percepatan IPR.
Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 158, menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000.000,00.
Sanksi bagi Pelaku PETI :
– Pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000
– Pemegang IUP pada tahap eksplorasi yang melakukan kegiatan operasi produksi dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000
– Setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan/atau pemurnian, pengembangan dan/atau pemanfaatan, pengangkutan, penjualan mineral dan / atau batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB, atau izin lainnya akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000
Dampak Negatif PETI :
– Kerusakan lingkungan hidup
– Menghambat pembangunan daerah
– Menimbulkan konflik sosial
– Mengabaikan keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
– Menurunkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan pajak.
Editor: DM MPGI














