Dinastinews|Bintan Galang Batang, Kecamatan Gunung Kijang, kini bukan lagi sekadar kawasan pesisir tenang. Malam-malamnya berubah mencekam. Raungan mesin penyedot pasir terdengar seperti deru monster, truk-truk besar beriringan di jalan tanah, dan alat berat menggali lahan tanpa ampun. Semua berlangsung terang-terangan, seakan hukum sudah dikubur hidup-hidup. Minggu, 07 September 2025.
Dalang Kebal, Rakyat Jadi Tumbal
Nama Y disebut-sebut jadi pengendali utama tambang ilegal ini. Sosok lama dengan jaringan politik yang kuat, yang diduga sengaja dilindungi. Ironisnya, aparat hanya berani menindak orang kecil seperti Nababan. Publik pun bertanya: apakah hukum di Bintan sudah dijual ke mafia?
“Awalnya warga yang kelola, tapi dipaksa menyerah. Sekarang semua dikuasai orang kuat,” kata seorang pekerja yang ketakutan.
Lingkungan Rusak, Warga Takut Bicara
Sungai menjadi lumpur, hutan tercabik, tanah menganga jadi lubang raksasa. Warga mulai resah, tapi banyak yang memilih diam. Mereka takut – bukan pada aparat, melainkan pada bayang-bayang mafia pasir yang disebut-sebut punya tangan panjang sampai ke pejabat dan polisi.
Polres Bintan Diduga Jadi Penonton
Tambang ilegal di Kampung Banjar, Korindo, hingga jantung Galang Batang terus beroperasi. Tidak ada izin resmi dari Dinas ESDM Kepri. Lurah setempat pun menegaskan hal itu. Tapi anehnya, tambang tetap hidup, truk tetap beroperasi.
Publik pun makin yakin: Polres Bintan bukan sekadar gagal, tapi diduga ikut main mata. Aparat hanya jadi penonton setia saat mafia merampok pasir dan merusak lingkungan.
Hukum Mati, Mafia Hidup
Kini masyarakat menantikan langkah Presiden Prabowo Subianto dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Jika pembiaran ini terus berlangsung, sejarah akan mencatat: di Bintan, hukum sudah mati, aparat lumpuh, dan mafia pasir hidup lebih berkuasa dari negara.
Ilustrasi: Aktivitas tambang pasir ilegal di Galang Batang, Bintan. Truk hilir-mudik tanpa henti, aparat disebut hanya menonton.