Dinastinews.com|Tanjungpinang Aktivitas bongkar muat ilegal di kawasan Kampung Kolam, ujung Jalan Salam, kian terang-terangan. Pantauan di lapangan memperlihatkan kapal-kapal kecil jenis pompong yang rutin bersandar di pelabuhan tidak resmi, mengangkut karung-karung putih berisi beras, bawang, dan sembako lainnya tanpa tanda distribusi resmi. Selasa, 03- 09 -2025
Proses bongkar muat berlangsung setiap hari, bukan lagi insidentil. Truk-truk bermuatan sembako datang silih berganti, menurunkan barang langsung ke pompong dengan cara manual. Aktivitas itu dilakukan di luar jalur resmi, memanfaatkan minimnya pengawasan dan gelapnya lokasi.
Ironisnya, tak tampak aparat Bea Cukai, Polisi Air, maupun petugas Karantina Pangan yang seharusnya mengawasi distribusi barang. Seakan-akan aktivitas yang jelas-jelas menyalahi aturan ini sudah menjadi praktik “normal”.
“Sudah lama di sini begitu. Setiap hari ada saja pompong angkut karung-karung itu. Tak pernah saya lihat ada razia,” ungkap seorang warga pesisir yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Fenomena ini mempertegas dugaan bahwa Kampung Kolam telah menjadi pelabuhan tikus permanen. Barang keluar masuk tanpa dokumen resmi, tanpa prosedur karantina, bahkan tanpa pengawasan. Jalan Salam yang seharusnya jalur publik, kini berubah menjadi simbol mati surinya hukum di hadapan aktivitas ilegal yang berlangsung terbuka.
Aktivitas tanpa pengawasan ini tidak hanya merugikan tata niaga resmi, tapi juga berpotensi menimbulkan kerugian negara miliaran rupiah setiap bulan. Tanpa dokumen cukai dan karantina, barang sembako yang keluar masuk jelas luput dari pungutan pajak, bea masuk, serta pemeriksaan standar keamanan pangan.
Saat dimintai konfirmasi, pihak Bea Cukai Batam bungkam. Polair maupun Karantina Pangan juga belum memberikan keterangan hingga berita ini diterbitkan.
Publik pun bertanya-tanya: sampai kapan aparat membiarkan pelabuhan tikus Kampung Kolam beroperasi leluasa setiap hari, tanpa khawatir menggerogoti penerimaan negara dan mengancam kesehatan masyarakat?