RajaBackLink.com

Tersangka Perusakan Ratusan Pohon Sawit Tak Ditahan Setahun Lebih : Korban Desak Keadilan Hukum di Polda Kalbar

Tersangka Perusakan Ratusan Pohon Sawit Tak Ditahan Setahun Lebih : Korban Desak Keadilan Hukum di Polda Kalbar

DinastiNews.Com | Bengkayang, Kalimantan Barat – Lie Cin Fa alias Toni, warga Dusun Pangkalan Makmur, Desa Sungai Pangkalan II, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat, mengeluhkan lambannya penanganan perkara dugaan tindak pidana perusakan lahan sawit miliknya yang dilaporkan sejak Juli 2024 di Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Kalimantan Barat.

Perkara ini teregistrasi dalam Laporan Polisi Nomor : LP/B/222/VII/2024/SPKT POLDA KALIMANTAN BARAT tertanggal 12 Juli 2024. Lie Cin Fa mengaku telah menguasai lahan yang disengketakan sejak tahun 2011 berdasarkan Surat Pernyataan Tanah (SPT) Tahun 2011, dan memperkuat hak penguasaan itu lewat putusan Pengadilan Negeri Bengkayang Nomor : 33/Pdt.G/2024/PN Bek, di mana ia menang dalam perkara perdata melawan Edi Mustari, penggugat dalam perkara tersebut.

Namun, dalam perkara pidana terpisah, Edi Mustari yang diduga telah merusak sekitar 850 batang pohon sawit dan ratusan pohon pinang milik Lie Cin Fa di Desa Mandor, Kecamatan Capkala, telah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polda Kalbar. Hal itu tertuang dalam Surat Pemberitahuan Penetapan Tersangka Nomor: B/620 /IX/ 2024/ Ditreskrimum Polda Kalbar, yang dikeluarkan sejak September 2024.

“Sudah hampir satu tahun sejak ditetapkan sebagai tersangka, tapi sampai hari ini belum ada penahanan dan kasus ini belum dilimpahkan ke Kejaksaan. Saya minta keadilan hukum ditegakkan. Sebagai warga biasa dan korban, saya sangat kecewa atas kinerja Ditreskrimum Polda Kalbar,” ujar Lie Cin Fa kepada awak media, Selasa malam (15/7).

Lie Cin Fa juga menyebut telah mengalami kerugian materil hingga ratusan juta rupiah serta kerap mendapat ancaman dan intimidasi sejak kasus ini bergulir.

Menanggapi hal tersebut, pengamat kebijakan publik Dr. Herman Hofi Munawar menilai keterlambatan penahanan dan pelimpahan perkara ke kejaksaan menciptakan ketidakpastian hukum dan bisa melemahkan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum.

“Dalam sistem hukum pidana kita, penahanan tersangka merupakan diskresi penyidik, tapi harus didasarkan pada alasan sah sebagaimana diatur dalam KUHAP, seperti potensi melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi perbuatan.

Jika alasan itu terpenuhi, maka penahanan jadi urgensi. Yang jadi pertanyaan, kenapa tersangka yang sudah ditetapkan sejak 2024 belum juga ditahan maupun dilimpahkan ke Kejaksaan? Apa yang sebenarnya terjadi?” ujar Herman, Selasa (16/7).

Ia menegaskan, bahwa ketidakjelasan penanganan perkara yang berlarut-larut merupakan bentuk kegagalan dalam menjamin prinsip keadilan dan kepastian hukum.

Dr. Herman mendorong adanya evaluasi menyeluruh terhadap jajaran Polda Kalbar, khususnya dalam penanganan kasus-kasus serupa yang melibatkan korban dari kelompok masyarakat biasa.

“Intimidasi terhadap korban, ditambah kerugian ekonomi, memperburuk kondisi psikologis mereka. Negara, melalui aparat hukumnya, wajib hadir untuk melindungi rakyat kecil,” ujarnya.

Lie Cin Fa pun berharap kasus ini bisa segera ditindaklanjuti dengan transparan, adil, dan profesional oleh pihak kepolisian.

Ia menyerukan agar proses hukum tidak hanya tajam ke bawah tapi juga adil ke semua pihak, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan prinsip-prinsip keadilan dalam sistem peradilan pidana Indonesia.

Sumber : Korban Lie Cin Fa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *