Dinastinews.com – Pontianak | Kalimantan Barat, (21/06/2025). Sorotan tajam kembali diarahkan kepada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Pontianak. Proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Tahun Anggaran 2024 dengan nilai fantastis mencapai Rp32 miliar kini menuai desakan publik agar diselidiki lebih lanjut, termasuk pemeriksaan terhadap Kepala Dinas PUPR Kota Pontianak.
Desakan ini dipicu oleh ketidakjelasan bentuk fisik maupun hasil dari proyek tersebut yang dinilai tidak memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan distribusi air bersih kepada masyarakat. Hingga pertengahan 2025, sejumlah wilayah di Kota Pontianak masih mengalami kesulitan dalam memperoleh air bersih secara layak, bahkan sebagian warga masih harus mengandalkan pompa air pribadi.
“Saya dan warga sekitar masih kesulitan mendapatkan air bersih langsung dari jaringan PDAM. Ini menimbulkan pertanyaan besar, apalagi proyek air minum nilainya sampai Rp32 miliar tapi manfaatnya belum kami rasakan,” ujar Joni, warga Pontianak Barat, dalam keterangannya.
PDAM Kota Pontianak sendiri diketahui memiliki pendapatan yang lebih besar dibandingkan 13 PDAM kabupaten/kota lainnya di Kalbar. Namun, kualitas distribusi air bersih dinilai masih belum sesuai harapan masyarakat.
Menanggapi hal tersebut, seorang mantan pejabat PDAM Kota Pontianak menyampaikan bahwa pihaknya tidak pernah secara langsung menangani proyek yang anggarannya melekat di Dinas PUPR. “PDAM hanya menerima dalam bentuk hibah dari PUPR. Kegiatan teknis dilakukan oleh PUPR, bukan oleh PDAM,” ujarnya tanpa menyebutkan identitas.
Hal ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai mekanisme pelaksanaan proyek SPAM tahun 2024. Yayat Darmawi, S.E., S.H., M.H., Koordinator Lembaga Tim Investigasi dan Analisis Korupsi, menegaskan bahwa nilai proyek sebesar itu seharusnya dapat dirasakan secara nyata oleh masyarakat.
“Anggaran Rp32 miliar bukan jumlah kecil. Harus jelas digunakan untuk apa, di mana lokasinya, dan bagaimana pelaksanaannya. Kalau publik tidak bisa melihat wujud proyeknya, ini patut didalami dan dipertanyakan secara hukum,” tegas Yayat.
Yayat juga menambahkan bahwa perlunya keterlibatan aparat penegak hukum, termasuk Kejaksaan, untuk menyelidiki proyek ini secara objektif dan menyeluruh. Ia meminta agar Kepala Dinas PUPR Kota Pontianak segera dipanggil untuk memberikan keterangan terbuka kepada publik guna menjelaskan realisasi proyek SPAM tersebut.
“Kalau perlu, dilakukan audit investigatif. Ini penting demi akuntabilitas penggunaan dana publik,” tambahnya.
Ia bahkan mengutip Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi sebagai dasar hukum untuk penyelidikan lebih lanjut:
Pasal 2 Ayat (1) menyebutkan bahwa siapa pun yang secara melawan hukum memperkaya diri atau orang lain dan merugikan keuangan negara dapat dipidana penjara seumur hidup atau minimal empat tahun, serta dikenai denda Rp200 juta hingga Rp1 miliar.
Pasal 3 mengatur pidana terhadap penyalahgunaan wewenang yang merugikan negara, dengan ancaman serupa.
Lebih lanjut, Yayat menyoroti indikasi penggunaan nama institusi Kejaksaan sebagai pendamping proyek oleh pihak PUPR, yang menurutnya perlu dibuktikan secara formal.
“Jangan sampai penggunaan nama lembaga penegak hukum hanya untuk memperkuat legitimasi pelaksanaan proyek yang belum jelas realisasinya,” katanya.
Situasi ini telah membentuk opini publik yang semakin curiga bahwa proyek SPAM tahun 2024 hanya formalitas di atas kertas. Sejumlah pihak juga mempertanyakan apakah dana Rp32 miliar benar-benar digunakan sesuai peruntukannya atau tidak.
Masyarakat dan elemen sipil kini menunggu transparansi dari Pemkot Pontianak dan Dinas PUPR sebagai pengguna anggaran. Dalam era keterbukaan informasi dan pengawasan publik yang semakin kuat, akuntabilitas pengelolaan dana publik adalah syarat mutlak untuk menjaga kepercayaan masyarakat.
Editor : Melangga Arista // TIMRED [*]