Dinastinews.com – Pontianak | KALBAR, (20 Juni 2025). Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat (Kejati Kalbar) memastikan proses hukum atas dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pengadaan barang dan jasa di Politeknik Negeri Ketapang (Politap) terus bergulir. Penanganan kasus ini menjadi perhatian publik karena menyangkut pengelolaan anggaran negara sebesar Rp7,6 miliar yang diduga sarat penyimpangan.
Proyek yang tengah diselidiki ini terdiri dari sekitar 40 paket pengadaan, yang sebagian besar dijalankan melalui dua mekanisme utama, yakni pengadaan langsung (PL) dan e-purchasing. Dugaan awal mengindikasikan bahwa hampir seluruh paket proyek ini diduga dikendalikan oleh dua perusahaan yang sama, yakni CV Nayla Lizz Bertuah dan CV Bersatu, yang diduga memiliki relasi erat dan berperan secara tidak wajar dalam menguasai paket-paket tersebut.
Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Kalbar, Siju, dalam surat resmi bernomor B-2316/O.1.5/Fd.1/06/2025 tertanggal 18 Juni 2025 yang ditujukan kepada Ketua Pimpinan Wilayah GNPK-RI Kalimantan Barat, menegaskan bahwa penyelidikan kasus ini belum dihentikan dan masih berada dalam tahap pengumpulan bukti dan keterangan.
“Kasus di Politeknik Negeri Ketapang masih dalam proses penyelidikan,” tegas Siju, seraya menyatakan bahwa pihaknya menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah dalam setiap tahapan proses hukum.
Surat tersebut juga merupakan respons atas desakan dari Gerakan Nasional Pencegahan Korupsi Republik Indonesia (GNPK-RI) Wilayah Kalimantan Barat, yang meminta agar penegakan hukum dalam perkara ini tidak berhenti di tengah jalan.
Ketua PW GNPK-RI Kalbar, Ellysius Aidy, menyampaikan harapan besar agar Kejati Kalbar bertindak tegas dan profesional dalam menuntaskan kasus yang diduga telah merugikan keuangan negara ini.
“Kami meminta Kejati Kalbar tidak hanya mengungkap kerugian negara, tetapi juga menindak seluruh pihak yang terlibat, baik dari internal kampus maupun pihak rekanan. GNPK-RI siap mengawal jalannya proses hukum sampai tuntas, demi tegaknya keadilan dan kepastian hukum,” ujarnya.
Sejumlah sumber menyebut bahwa pola pengadaan dalam proyek tersebut dinilai tidak transparan dan berpotensi melanggar ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Dugaan rekayasa dalam pembagian paket-paket pengadaan juga menjadi salah satu fokus penyelidikan, termasuk kemungkinan adanya konflik kepentingan antara pihak penyelenggara dan penyedia barang/jasa.
Sementara itu, Kejati Kalbar membuka peluang untuk memanggil berbagai pihak terkait, termasuk pihak manajemen kampus, pejabat pembuat komitmen (PPK), serta rekanan pelaksana proyek untuk dimintai keterangan dalam rangka mengungkap aliran dana dan potensi kerugian negara yang lebih besar.
Kasus dugaan korupsi di lingkungan perguruan tinggi ini menjadi sorotan tajam publik, mengingat sektor pendidikan semestinya menjadi garda terdepan dalam pembangunan sumber daya manusia yang bersih dari praktik koruptif. Penanganan kasus ini diharapkan menjadi momentum untuk menegakkan tata kelola keuangan negara yang lebih transparan dan akuntabel di institusi pendidikan.
Editor : Melangga Arista // TIMRED [*]