RajaBackLink.com

Desakan Meningkat! Aktivis Anti-Korupsi Minta Kejati Periksa Mantan Gubernur Kalbar Terkait Skandal Lahan Bank Kalbar

Desakan Meningkat! Aktivis Anti-Korupsi Minta Kejati Periksa Mantan Gubernur Kalbar Terkait Skandal Lahan Bank Kalbar

Dinastinews.com – Pontianak | KALBAR, (19 Juni 2025). Skandal dugaan korupsi pengadaan lahan untuk pembangunan kantor pusat Bank Kalbar kembali mencuat dan menuai sorotan publik. Kali ini, desakan datang dari aktivis anti-korupsi agar Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat segera memeriksa mantan Gubernur Kalbar periode 2016 yang dinilai memiliki tanggung jawab besar dalam kasus ini, namun hingga kini belum tersentuh hukum.

Ketua DPW LSM FAAM Kalbar, Edi Ashari, SH, dalam keterangannya kepada media menyatakan bahwa proses hukum yang berjalan sejauh ini hanya menyentuh jajaran direksi dan pihak penerima kuasa jual lahan. Padahal, menurutnya, posisi Gubernur sebagai pemegang saham terbesar dan pengendali Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) seperti Bank Kalbar, memiliki tanggung jawab langsung terhadap proses pengadaan lahan yang kini bermasalah.

“Gubernur saat itu seolah lepas tangan. Tidak mungkin transaksi sebesar itu tanpa sepengetahuan dan seizin pemilik saham mayoritas. Kejati harus memanggil dan memeriksa mantan Gubernur Kalbar periode 2016,” tegas Edi Ashari.

Dugaan Mark-Up dan Kurangnya Transparansi
Edi menambahkan bahwa pengadaan lahan seluas 7.883 meter persegi yang terdiri dari 15 bidang sertifikat hak milik di Jalan Ahmad Yani untuk pembangunan kantor pusat Bank Kalbar itu patut dicurigai mengandung unsur penggelembungan harga (mark-up). Nilai pengadaan lahan tersebut mencapai Rp99,17 miliar, dan hasil audit BPKP menemukan adanya indikasi kerugian negara sebesar Rp39,86 miliar.

Kritik keras juga datang dari Koordinator Lembaga TINDAK, Yayat Darmawi, SE., SH., MH, yang menilai bahwa penanganan hukum kasus ini tidak menyentuh seluruh pelaku, terutama aktor intelektual atau pemilik kekuasaan tertinggi dalam struktur BUMD tersebut.

“Korupsi berjamaah tidak boleh dipisah-pisahkan sesuai kepentingan. Owner Bank Kalbar kala itu, yang jelas memiliki peran strategis, harus ikut diseret ke meja hijau. Tidak bisa hanya berhenti pada terdakwa lapangan,” ungkap Yayat.

Ia menambahkan bahwa secara hukum, kasus ini sudah memenuhi unsur Pasal 55 dan 56 KUHP yang menyangkut penyertaan dan pemberian bantuan dalam tindak pidana. Sehingga, menurut Yayat, sudah semestinya aparat penegak hukum memperluas jeratan hukum ke aktor-aktor penting yang selama ini belum tersentuh.

Tersangka dan Potensi Hukuman
Sejauh ini, beberapa pihak telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara pengadaan lahan Bank Kalbar, dan sedang menjalani proses hukum di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pontianak. Mereka diduga kuat melanggar:

Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001,

Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Jika terbukti bersalah, para tersangka terancam pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda miliaran rupiah.

Publik Menanti Ketegasan Kejati
Masyarakat Kalbar kini menanti sikap tegas dari Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat untuk memastikan penegakan hukum tidak tebang pilih. Desakan dari aktivis dan praktisi hukum menegaskan bahwa pemeriksaan terhadap mantan Gubernur Kalbar bukan sekadar tuntutan politik, tetapi bagian dari proses hukum yang adil dan menyeluruh.

“Kasus ini akan menjadi tolak ukur keberanian Kejati dalam membongkar tuntas praktik korupsi yang melibatkan elite daerah,” tutup Edi Ashari.

Editor : Melangga Arista // TIMRED [*]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *