DinastiNews.Com | Jakarta – Aksi damai ormas laskar merah putih di kementerian agama, senin (10/03/2025)
Pada saat itu Kementerian agama mempersilakan beberapa perwakilan aksi untuk masuk.
Pada saat pertemuan, H. Adek Erfil Manurung S.H selaku Ketua Umum Laskar Merah Putih mengatakan,
“Kami tahu, kementerian agama tidak mungkin terlibat dalam hal ini. Kami juga relawan prabowo.
Kami juga harus melakukan investigasi adanya keterlibatan oknum dari kementerian agama yang bermain dengan oknum RRI.
Makanya kami hadir meminta kementerian agama menginvestigasi terkait kasus ini dan Kita ini tidak mungkin melawan negara” Ucapnya.
“Kita ini diberi kuasa oleh ahli waris untuk merawat tanahnya dan menjaga tanahnya” tegas adek
Presiden Prabowo sangat tegas dan sering menekankan pentingnya penegakan hukum yang berkeadilan dan tidak melukai hati rakyat.
Tetapi tindakan yang tidak berkeadilan kepada rakyat, telah dilakukan oleh tim terpadu yang terdiri dari Satpol PP Kota Depok, TNI, dan Polri melakukan pembongkaran terhadap paksa dilahan yang dikuasai oleh ahli waris, Jumat (28/02/2025)
Tindakan ini dilakukan berdasarkan perintah Direktorat Jenderal Pendidikan Agama yang disampaikan oleh Mirsad selaku Kuasa Hukum.
Namun, pembongkaran tersebut menuai protes dari pihak ahli waris yang menilai bahwa proses hukum belum dijalankan dengan benar,
Sebelum pembongkaran dilakukan, Kuasa ahli waris, Suherman Bahar, SH, yang juga merupakan Ketua Marcab Laskar Merah Putih (LMP) Depok, menegaskan bahwa lahan tersebut telah mereka kuasai secara fisik sejak 2005
Ia juga menunjukkan bukti kepemilikan berupa Eingendom Verponding 488 seluas 2.044.250 m², Eingendom Verponding 448 seluas 977.500 m², dan Eingendom Verponding 23 seluas 163,660 hektare. Menurutnya, dokumen tersebut memiliki kekuatan hukum tetap dan telah diakui oleh negara.
Selain itu, lahan ini juga didukung oleh surat ukur dari Kanwil BPN Nomor 101.100/SK/2013 dan surat jawaban Nomor 1098/13-32.76/V/2014 dari BPN Kota Depok.
Dalam surat tersebut, BPN menyatakan bahwa lahan tersebut telah diterbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM) 0001/Cisalak tanpa izin dari ahli waris pemegang hak, yakni Yohanna De Mayer.
“Perintah pembongkaran ini secara hukum tidak sah karena tidak ada keputusan pengadilan yang mendukungnya,” ujar Suherman.
Ia juga mempertanyakan keabsahan Sertifikat 0002/Cisalak yang diterbitkan oleh Kementerian Agama.
Menurutnya, sertifikat tersebut berasal dari hibah RRI dengan Sertifikat Nomor 00001 / Cisalak yang diduga memiliki cacat hukum administrasi.
Lebih lanjut, Suherman menegaskan bahwa verponding tersebut adalah milik ahli waris dari WL Samuel De Meyer. Bahkan, dalam surat tanggapan BPN Depok disebutkan bahwa lahan ini memang milik ahli waris.
Namun, tanpa izin dari mereka, lahan tersebut diterbitkan Sertifikat Hak Pakai atas nama RRI dengan nomor 00001 / Cisalak.
Di sisi lain, Mirsad dari tim terpadu menyatakan bahwa dasar hukum mereka tidak berasal dari sertifikat RRI, melainkan dari keputusan negara.
“Verponding tersebut sudah dihapuskan oleh negara karena terkena peraturan perundang-undangan,” ungkapnya.
Namun, Kuasa ahli waris membantah pernyataan tersebut dan menunjukkan bahwa undang-undang yang menghapus verponding telah dicabut pada tahun 1999.
Mereka merujuk pada Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 12 Tahun 1999 yang mencabut Keputusan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN Nomor 13 Tahun 1997. Dengan demikian, ganti rugi atas tanah yang terkena Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1958.
“Sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 12 Tahun 1999 yang telah mencabut Keputusan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN Nomor 13 Tahun 1997, berarti Ganti Rugi tetap dan harus dibayar,” tegas Suherman.
“Tidak di sosialisasikan dengan baik Kepmen Agraria Nomor 12 Tahun 1999 itulah secara tidak langsung telah membuka jalur para mafia tanah melakukan aksinya bermain kotor,”ucap Suherman.
Disaat Ketegangan di lapangan semakin memanas dengan perdebatan antara pihak RRI dengan Kuasa Hukum ahli waris, seorang oknum perwira polisi, yang seharusnya menjadi penengah, justru mengajak kuasa ahli waris ke tempat lain untuk bernegosiasi.
“Saya diajak oleh oknum perwira polisi yang berinisial W ke tempat yang tidak jauh dari lokasi. Kami diajak bernegosiasi agar proses eksekusi lebih cepat.
Namun, sekitar 15 menit kemudian, bangunan kami tiba-tiba sudah dirobohkan dengan alat berat,” tutur Suherman.
Akibat pembongkaran paksa ini, banyak barang berharga milik anggota Laskar Merah Putih (LMP) termasuk barang elektronik, mengalami kerusakan.
Suherman berharap hukum dapat ditegakkan dengan adil tanpa keberpihakan.
“Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas,” tegasnya.
“Saya sebagai Ketua Laskar Merah Putih Kota Depok sangat tidak terima dengan pembongkaran paksa ini” ucap Suherman Bahar.
Ia juga menambahkan bahwa pihaknya mendukung program pemerintah, namun proses hukum dan legalitas lahan harus benar – benar jelas agar tidak ada pihak yang dirugikan.
( Tim)