Dinastinews.com Aceh | Aceh Timur – Terkait persoalan hak guna usaha (HGU) yang selama ini dipegang oleh PT.Bumi Flora dan Dwi Kencana diwilayah : 6 Kecamatan seperti Banda Alam – Idi Tunong – Darul Ihsan – Idi Tmur – Peudawa – Rantau Perlak diklaim oleh masyarakat selama ini tidak memenuhi unsur maupun kewajiban selaku penggarap lahan yaitu Perusahaan Perkebunan yang puluhan tahun menguasai HGU.
1. Kita mulai dari tahun 1945. Pasal 18 B. UUD diakui hak2 dan asal usulnya Masyarakat Adat.
2. UU Pokok Agraria no 5 tahun 1960.
3. No 1967-1969-2005. Penghancuran sistemmatik masa Konflik Aceh yang berkepanjangan.
4. MOU Helsinki 2006 UU Pemerintahan Aceh.
5. 1998 UU no 44 Keistimewaan Aceh.
6. 2008 qanun No 8/9 Tentang Pembinaan Adat dan Lembaga Adat.
7. 2010 – 2020 qanun Kabupaten: Tentang Mukim dan Gampong.
8. 2022 – 2023 Apa yang telah dicapai sendiri dari tingkat Gampong dan Mukim di Aceh.
Terkait persoalan yang selama ini berkembang ditengah-tengah masyarakat pemerintah Aceh – DPRA dan BPN Aceh serta Dinas2 terkait lainnya tidak pernah langsung terjun ke Aceh Timur menemui masyarakat, tokoh masyarakat, unsur masyarakat, pihak Pemerintah Gampong dan Mukim untuk dipertanyakan untung ruginya keberadaan PT. Bumi flora dan PT. DKS bagi Masyarakat Adat sekitar. Kedua Perusahaan Perkebunan tersebut.
Kedatangan Perintah Aceh – DPRA – BPN Aceh serta Dinas2 terkait lainnya, sangat diharapkan oleh 10 Kepala Desa dan masyarakat di 6 Kematan. Tgk. M.Mudawali selaku koordinator aliansi masyarakat menggugat keadilan dan unsur terkait lainnya.
Senator Haji Uma sempat berdiskusi bersama tokoh masyarakat di Aceh Timur tentang persoalan yang selama ini mendera ditengah-tengah masyarakat seperti yang disampaikan oleh Kepala Desa Jambo Reuhat. Tgk. Mudawali bahwa tanah yang dikuasai oleh pihak PT. Bumi Flora dulu itu banyak tanah masyarakat yang direbut secara paksaan saat konflik dulu alias dibawah todongan senjata, dan dulu juga di Perusahaan tersebut dulu ada penembakan dan masyarakat banyak jadi korban meninggal dunia ( Mungkin suatu bentuk teror untuk mendiamkan masyarakat ). Tetapi lihatlah sekarang lahan yang dikuasai pihak perusahaan sekarang telah menjadi hutan alias bukan lahan produktif, termasuk ada lahan masyarakat yang digarap diluar HGU, oleh karna itu kami memohon kepada berbagai pihak agar HGU yang dikuasai oleh PT. Bumi Flora maupun Dwi Kencana tidak diperpanjang lagi HGUnya. Kami atas nama masyarakat 6 Kecamatan ingin merebut kembali tanah tersebut serta dari segi Amdal lingkungan Perusahaan itupun juga tidak memenuhi syarat maupun CSR. ucap Tgk. Mudawali yang didampingi Keuchik Pangau Idris.
Setelah mendengar banyak keluhan yang disampaikan oleh segenap unsur masyarakat selanjutnya Senator Haji Uma mencoba memberikan saran dan solusi terbaik keawak media tentang penyelesaian permasalahan yang diinginkan masyarakat lingkar perusahaan perkebunan tersebut.
“Setiap perusahaan yang memegang HGU itu perlu menyediakan plasma sejumlah 20% itu secara peraturan maupun undang-undang yang harus disediakan tapi menurut masyarakat hari ini itu tidak terpenuhi kemudian lahan HGU yang digarap Perusahaanpun tidak produktif menurut masyarakat, termasuk tanah yang digarap diluar HGU.
Ini sangat merugikan Pemasukan Pajak Daerah Kab. Aceh Timur, kemudian penghasilan sangat kecil diterima Daerah – kemudian lahan yang diklaim tempatkan sebagai HGU adalah tanah kosong, disana tanpa tanaman yang berproduksi. Ini kerugian besar bagi masyarakat terkait perpajakan untuk Daerah. Jadi kalau untuk memelihara hutan untuk apa HGU, sementara masyarakat yang kelaparan hanya menonton saja tidak dapat mengelolanya sebagai sumber kemakmuran kehidupan masyarakat. Ini secara hukum salah, serta hari ini mari kita bersama-sama anggota Dewan – Dinas Perkebunan – BPN supaya ada informasi dan masukan lebih lanjut tentang 6800-3400 Hektar tanah yang masuk HGU yang saat ini dikelola oleh 2 Perusahaan tersebut.
Pada pembicaraan forum tadi saya merekomendasikan untuk cara menyelesaikan persoalan ini yaitu:
1. Melakukan konsultasi dan konsolidasi dengan pihak Perusahaan bersama DPR – BPN – serta Dinas Perkebunan harus dimediasi kembali.
2. Melakukan timbang hasil produksi oleh para pakar dan akademisi yang membidangi : Bidang Pertanian – Perkebunan – Hasil produksi perhektar menjadi ukuran kelayakan Standar dari pada hasil perkebunan ini layak atau tidak selayaknya []
Tgk.Mudawalibungnazarganesha