Dinastinews.com Aceh | Aceh Timur – Terkait persoalan Hak Guna Usaha (HGU) yang selama ini dipegang oleh PT.Bumi Flora dan Dwi Kencana yaitu dalam Wilayah 6 Kecamatan : Kecamatan Banda Alam – Kecamatan Idi tunong – Kecamatan Darul Ihsan – Kecamatan Idi Timur – Kematan Peudawa – Kecamatan Rantau Peureulak.
Diklaim oleh masyarakat selama ini tidak memenuhi syarat lagi. Terkait persoalan yang selama ini berkembang isue ditengah masyarakat hingga anggota DPD-RI (Senator) asal Aceh H. Sudirman sapaan (Haji Uma) langsung turun gunung terjun ke Aceh Timur menemui masyarakat untuk mediasi, unsur masyarakat, pihak Pemerintah – pihak Legislatif serta pihak Perusahaan, yang bertempat di Caffe Rival Kota Idi Rayeuk Ibu Kota Aceh Timur, senin (25/7/2022).
Kedatangan Senator Haji Uma turut disambut langsung oleh dari Keluarga Korban Pembantaian pada masa Darurat Militer Aceh diafdelling 4 PT. Bumi Flora bersama 10 Orang Kepala Desa dari 6 Kecamatan, bukan hanya itu kedatangan Haji Uma juga disambut oleh Anggota DPRK Aceh Timur Komisi D. Yahya. Ys (Yahya Boh Kaye) – Tgk. Mudawali – Ibrahim. S.Ag – Fraksi PPP – Kepala Dinas Perkebunan Lukman. SP. MM – Kepala BPN Aceh Timur Heriadi serta disaksikan langsung oleh Koordinator Aliansi Masyarakat menggugat keadilan Tgk. M.Mudawali dan unsur terkait lainnya.
Senator Haji Uma sempat berdiskusi bersama dengan tokoh masyarakat Aceh timur tentang persoalan yang selama ini mencuat ditengah masyarakat seperti yang disampaikan oleh Koordinator Aliansi Masyarakat Menggugat Keadilan Tgk. M. Mudawali bahwa tanah yang dikuasai oleh pihak PT. Bumi Flora dulu yaitu banyak tanah masyarakat yang direbut secara paksaan saat Konflik Militer dulu alias memanfaatkan masa DOM Aceh untuk menekan masyarakat selama pebukaan areal lahan perusahaan perkebunan PT. Bumi Flora.
Ada juga masyarakat yang menjadi korban penculikan oknum karena mempertahankan lahan “Kelompok Tani Berdikari” dengan jumlah 3 org terdiri dari Ketua Kelompok – Bendahara Kelompok dan Sekretaris Kelompok Tani Berdikari.
(Nama Kelompok Tani Berdikari) tersebut yang sekarang telah diabadikan oleh masyarakat menjadi nama sebuah (Dusun Berdikari) di Desa Blang Rambong Kecamatan Banda Alam Aceh Timur.
Tetapi lihatlah sekarang lahan yang dikuasai pihak Perusahaan telah menjadi hutan rimba kembali alias telah menjadi lahan tidur bukan lahan yang berproduktif.
Termasuk ada lahan masyarakat yang digarap diluar HGU oleh karna itu kami memohon kepada berbagai pihak agar HGU yang dikuasai oleh perusahaan perkebunan PT. Bumi Flora maupun Dwi Kencana tidak diperpanjang lagi.
Kami masyarakat ingin merebut kembali tanah lahan tersebut serta dari segi Amdal lingkungan perusahaan itu juga tidak memenuhi syarat AMDAL maupun CSR. Ucap mudawali, yang didampingi Keuchik Pangau Idris dan serta 10 kuechik lainnya.
Senator Haji Uma memediasi dengan mencoba memberikan saran dan solusi terbaik penyelesaian yang diinginkan masyarakat “Setiap perusahaan yang memegang HGU itu perlu menyediakan plasma sejumlah 20% untuk masyarakat itu syarat secara peraturan hukumnya maupun undang-undang yang harus disediakan tapi menurut masyarakat hari ini itu tidak dipenuhi oleh perusahaan. Kemudian lahan HGU digarappun tidak produktif menurut masyarakat. Termasuk tanah lahan yang digarap diluar HGU.
Ini sangat merugikan daerah kemudian penghasilan sangat kecil diterima, kemudian lahan yang berstatus HGU itu pun hanya hutan rimba kosong tanpa tanaman pohon kelapa sawit layaknya lahan HGU sebuah perusahaan yang berproduksi.
Hingga persoalan ini sangat merugikan rakyat dan daerah dari pemasukan APBD dan pemasukan pajak untuk Kabupaten Aceh Timu.
Jadi untuk apa gunanya apa artinya kalau ada 2 dua perusahaan besar perkebunan yang sombong berdiri megah diatas ladang pembantaian korban jiwa nyawa-nyawa rakyat tak berdosa yang tidak tau rasa terima kasih dengan berkontribusi kepada rakyat.
Apa artinya perusahaan yang mempunyai HGU yang luas hanya untuk memelihara – menyuburkankan hutan, sementara masyarakat yang hendak mengelolanya tidak dianggap manusia.
Ini secara hukum sangat salah, serta hari ini kita bersama-sama anggota dewan, Dinas Perkebunan – BPN supaya ada informasi tentang solusi dan masukan lebih lanjut tentang area lahan HGU seluas ( 6800 – 3400 ) Hektar tanah yang saat ini dikelola oleh ke 2 (dua) Perusahaan tersebut.
Pada pembicaraan forum tadi saya merekomendasikan untuk cara menyelesaikan persoalan ini yaitu:
(1). Melakukan konsultasi dan konsolidasi dengan pihak Perusahaan bersama DPR, BPN, serta Dinas Perkebunan harus dimediasi kembali.
(2). Melakukan timbang hasil produksi oleh para Pakar dan Akademisi yang membidangi bidang Pertanian, Perkebunan, hasil produksi perhektar menjadi ukuran kelayakan, standar dari pada hasil perkebunan ini layak atau tidak.
(3). Selayaknya juga disarankan untuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) segera membentuk pansus agar memediasi persoalan ini.
(4). Membentuk Badan CSR supaya anggapan masyarakat ini yang tidak teraliri CSR ini sudah ada wadah dalam CSR itu untuk masyarakat melibatkan Unsur Masyarakat, Tokoh Masyarakat, ada juga dari Tokoh Pemerintah, dan ada juga tokoh atau unsur dari Perusahaan secara Input – Out put itu sudah jelas, dan sekiranya kita mudah mengawasi kucuran – kucuran dana dengan benar, dan takutnya dana CSR ini tidak dikelola oleh perusahaan,