Dinastinews.com — H. Ganjar Pranowo, S.H., M.I.P. lahir di Karanganyar, Jawa Tengah, 28 Oktober 1968; umur 52 tahun adalah Gubernur Jawa Tengah periode kedua yang menjabat sejak 5 September 2018.
Sebelumnya, ia adalah Gubernur Jawa Tengah periode pertama sejak 23 Agustus 2013 hingga 23 Agustus 2018 Selain itu, Ganjar juga menjabat sebagai Ketua Umum KAGAMA (Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada) periode 2014–2019 berdasarkan Kongres KAGAMA November 2014 di Kendari dan Munas 2019 di Denpasar, Bali.
Ganjar Pranowo dilahirkan dari keluarga sederhana di sebuah desa di lereng Gunung Lawu, Karanganyar dari ayah bernama S. Pamudji (1933-2017) dan ibu Sri Suparni. Ganjar Sungkowo, demikian nama awalnya, merupakan anak kelima dari enam bersaudara.
Saudara kandung dari Ganjar Pranowo antara lain Pri Kuntadi, Pri Pambudi Teguh (salah satu hakim agung di Indonesia, yaitu Hakim Agung Kamar Perdata, Joko Prasetyo, Prasetyowati, dan yang terakhir Nur Hidayati.
Ayah Ganjar Pranowo sendiri merupakan seorang polisi dan sempat ditugaskan untuk mengikuti operasi penumpasan Pemberontak PRRI/Permesta.
Seperti halnya Joko Widodo, Ganjar Pranowo juga memiliki kisah penggantian nama yang lazim terjadi pada tradisi anak-anak di tanah Jawa-Mataraman zaman dahulu. Nama asli dari Ganjar Pranowo adalah Ganjar Sungkowo yang berarti “Ganjaran dari Kesusahan/Kesedihan (Sungkowo)”.
“Ganjar berarti hadiah dari Sang Pencipta, sedangkan nama belakang ini berhubungan dengan keadaan ketika Ibu mengandung dirinya. Saat itu keluarga kami sedang banyak dirundung kesusahan. Sungkowo sendiri memiliki arti kesedihan,” seperti dikutip di dalam novel “Anak Negeri; Kisah Masa Kecil Ganjar Pranowo” (2017). Namun, ketika memasuki masa sekolah nama Sungkowo diganti dengan Pranowo. “Ibu dan Bapak takut kalau hidupku kelak selalu berkubang kesialan dan kesusahan bila memakai nama Sungkowo.”
Kehidupan di Tawangmangu
Menurut Ganjar, ada kenangan manis yang juga membekas ketika sekeluarga diusir dari rumah. Ceritanya, rumah masa kecil Ganjar di Tawangmangu, Karanganyar harus dijual. Ayahnya sepakat dengan pembeli rumah bahwa mereka masih diizinkan menempati rumah sampai mendapat rumah kontrakan.
Tiba-tiba, pada suatu malam sang pembeli rumah meminta keluarga Ganjar segera pindah karena rumahnya akan segera ditempati oleh pembelinya. Meski merasa dilanggar perjanjiannya, akan tetapi sang ayah memilih untuk mengalah. ”Semalaman hingga subuh ia pergi mencari rumah kontrakan. Akhirnya mereka terpaksa tinggal di rumah yang bersebelahan dengan pabrik gamping,” tuturnya.
Ganjar dari SD sudah mempunyai jiwa kepemimpinan. Dia selalu terpilih menjadi ketua kelas. Jiwa kepemimpinannya sudah terlihat sejak kecil. Kalau istirahat sering memimpin teman-temannya bermain, dan mengajak kembali ke kelas, jika sudah habis waktunya.
“Herannya, teman-teman Ganjar itu juga nurut semua sama Ganjar,” kenang Suparmi, ibunya. Menurut Suparmi, saat masih duduk di bangku SD, pemilik nomor induk 2003 tersebut, sangat menyukai pelajaran Bahasa Indonesia sehingga tak heran apabila ulangan Bahasa Indonesia Ganjar selalu mendapatkan nilai tertinggi dibandingkan teman-teman lainnya.
“Ganjar itu paling suka Bahasa Indonesia. Dulu, pelajaran sekolah tidak sebanyak seperti saat ini. Ganjar paling senang bahasa, kalau sudah jam pelajaran itu, Ganjar paling serius mendengarkannya,” tutur ibunya.
Ganjar Pranowo sudah ditempa disiplin sejak kecil. Saat masih SD, anak kelima pasangan S. Parmuji dan Sri Suparni ini harus bangun dini hari untuk menjalankan sholat, belajar, sekaligus menyemir sepatu “boots” milik ayahnya yang seorang polisi. Disiplin dan kerja keras yang ditanamkan orang tuanya sejak kecil itu telah membuat Ganjar menjadi sosok yang mandiri.
Pindah ke Kutoarjo
Tatkala keluarganya pindah ke Kutoarjo untuk mengikuti tempat tugas ayahnya, ketika masih SD untuk menopang kebutuhan keluarganya Ganjar sewaktu SMP sempat berjualan bensin di pinggir jalan.
Saat bersekolah di SMA BOPKRI 1 Yogyakarta dan kemudian melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Ganjar yang ketika itu sudah hidup sendiri di kos tak pernah mengeluhkan kiriman uang saku yang pas-pasan.
Keterbatasan ekonomi orang tuanya justru telah mendorong semangat dia untuk melakukan kerja sambilan. Ganjar Pranowo remaja juga dikenal sangat pendiam dan nerima (penurut).
Laku prihatin karena keterbatasan ekonomi keluarga dengan berjualan bensin eceran telah menempa dirinya menjadi politisi tangguh sekaligus mengantarkannya menjadi “lurahe wong Jateng” (Gubernur Jawa Tengah).
Kehidupan masa kecil Ganjar juga diceritakan teman satu kampungnya, Kelik Sudiyono. Dia melihat tidak ada yang menonjol saat SMP tetapi memang hobinya berorganisasi di Palang Merah Remaja (PMR), Pramuka, dan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). “Kalau di Pramuka, saya sering jadi anak buahnya,” katanya. Kelik yang saat SMP tiap hari berangkat sekolah bersama Ganjar menyebutkan,
Ganjar juga tidak tergolong sebagai bintang di sekolah. Bakat di dunia politik juga belum terlihat saat itu karena Ganjar menjadi pribadi yang pendiam. “Dia termasuk anak rumahan,” ujar laki-laki yang ikut menjadi relawan Ganjar Heru di Kutoarjo ini.
Meskipun demikian, Kelik mengungkapkan saat SMP Ganjar memang sangat menyukai pelajaran sejarah. Dia juga sering bercerita bahwa dia senang dengan buku-buku Soekarno. “Dulu habis pulang sekolah kami sering main ke tempat teman untuk menembak burung atau mencari jangkrik,” katanya.
Kelik melihat perbedaaan Ganjar begitu kuliah di Yogyakarta. Setiap kali pulang, Ganjar cenderung serius setiap kali berbincang. “Kalau cerita sering dikaitkan dengan pelajaran hukum yang diterimanya saat kuliah.
Saya jadi kaget dan mulai tidak nyambung. Sejak saat itulah mulai jarang ketemu,” katanya. Dia mengaku tidak tahu kalau ternyata Ganjar sudah menjadi Anggota DPR-RI sejak 2004. Dia baru tahu setelah melihat acara secara live Rapat Panitia Khusus Century di salah satu stasiun televisi.
“Pengalaman hidup, bekal pendidikan formal dan keikutsertaannya dalam organisasi politik selama ini saya yakin akan menjadi modal tersendiri bagi perubahan Jawa Tengah nantinya,” katanya.
Lulus SMA
Masa sulit yang berkesan pernah dialami oleh Ganjar Pranowo ketika ayahnya, S Pamudji, pensiun dari kedinasannya di Polri pada akhir dekade 1980-an.
“Bapak pensiun saat Ganjar mau lulus SMA Bopkri 1 Yogyakarta. Saat itu, kehidupan ekonomi keluarga Ganjar Pranowo sangat pas pasan karena sedang butuh uang banyak untuk kebutuhan sekolah anak-anak. Ganjar paham betul dan sangat resah kalau sampai tidak bisa melanjutkan kuliah karena kakaknya langsung (Prasetyowati Tyas Purwati) memang terpaksa tidak bisa kuliah karena keterbatasan biaya,” ujar Suparmi.
Setelah Pamudji pensiun, untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, Suparmi membuka warung kelontong di dekat gang masuk ke rumahnya. Warung tersebut juga menyediakan bensin eceran dan Ganjar itu serius untuk mengelola warung ini. Pagi setelah subuh, Ganjar sering kulakan bensin ke SPBU Andong kemudian di takari. “Jadi sejak kecil memang Ganjar itu hidupnya prihatin,” katanya.
Diceritakan Suparmi, tahun 1987 saat Ganjar lulus SMA, sekitar jam 05.00 setelah membuka warung dia lari kerumah dan langsung sujud di kaki ibunya. “Dia bilang diterima di Fakultas Hukum UGM sesuai yang dikehendaki. Saya ingat betul dia memohon agar bisa kuliah bahkan rela tidak minta apa-apa, termasuk sepeda motor. Katanya yang penting bisa kuliah. “Saya jadi tidak tega, meskipun kondisi ekonomi sedang sulit ya bagaimanapun nantinya saya mengiyakan,” paparnya.
Benar saja, selama menjalani kuliah sering kali Ganjar meminta dispensasi pembayaran kuliah dengan bukti surat pernyataan bermaterai dari orang tuanya. “Saya sering tanda tangan surat pernyataan dispensasi uang kuliah. Tapi Alhamdulillah akhirnya dia lulus juga,” katanya.
Diceritakan Suparmi, di antara enam orang anaknya, Ganjar memang yang tergolong pendiam sejak kecil. Politikus PDIP ini pun saat kecil tidak banyak bicara dan cenderung menerima.
“Diberi makanan apa saja ya tidak pernah protes. Tapi bapaknya sayang sekali sama dia, karena kalau nyemir-kan sepatu bapaknya hasilnya paling kinclong,” kenangnya.
Hal yang sama diungkapkan kakak Ganjar, Prasetyowati. Sejak masih SD adiknya itu memang tergolong anak pendiam. “Sejak kecil saya melihat Ganjar sebagai pribadi yang berprinsip. Selalu dia bilang kalau jadi orang jangan kagetan, apa pun kondisi atau keadaan yang dialami. Jadi saya yakin meskipun dia jadi gubernur tidak akan berubah karakter itu,” katanya.
Pendidikan
Ia menempuh pendidikan sekolah dasar di SD Kutoarjo, Purworejo. Kemudian, ia melanjutkan pendidikannya di SMP Negeri 1 Kutoarjo dan SMA BOPKRI 1 Yogyakarta.
Di SMA Bopkri 1 Yogyakarta, ia aktif dalam kegiatan kepramukaan (Dewan Ambalan).
Setelah lulus sekolah menengah atas, kemudian ia melanjutkan pendidikannya di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
Ketika kuliah di Universitas Gadjah Mada, kemampuan kepemimpinannya semakin terasah melalui kegiatan di *Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI)* (yang saat itu disamarkan dengan nama GeMiNI) dan Majestic 55 (Mahasiswa Pencinta Alam Fakultas Hukum UGM).
Selain itu, Ganjar Pranowo juga aktif di Gelanggang Mahasiswa UGM (semacam tempat perkumpulan bagi mahasiswa UGM berbagai fakultas. Mirip dengan Sunken Court ITB).
Selama kuliah di UGM, ia mengaku sempat cuti kuliah selama dua semester akibat tidak memiliki biaya untuk perkuliahan. Karena hal ini pula, ia sempat berhutang ketika makan di Gelanggang Mahasiswa UGM. Untuk menyambung biaya hidup, Ia menjadi pembina pecinta alam di Majestic 55 dan SMA Negeri 8 Yogyakarta.
Ia mengaku sempat mendapat nilai C dalam kuliah P4 model 100 jam. Meski sudah mengikuti selama itu, namun ternyata masih memperoleh nilai C. Menurutnya, dasar permasalah hanya karena ia bermaksud bertanya balik pada si pengajar.
“Saya bingung waktu itu, lalu bertanya, mengapa kita harus melakukan nilai-nilai seperti yangJuga bapak omongkan tapi bapak sendiri tidak seperti itu? Karena saya pikir kita butuh keteladanan, tapi saya dimarahi karena bertanya, lalu dapat C dan harus ikut mata kuliah lanjutan,” katanya.
Selain itu, Ganjar memiliki hobi demonstrasi semasa kuliah. Ketika mendemo rektor UGM kala itu (periode 1986-1990) Koesnadi Hardjasoemantri, Ganjar punya cerita menarik. Dia dan teman-temannya malah diajak ngobrol oleh sang rektor. “Saat itu pak Koesnadi, beliau malah bilang ‘ngobrol sini, daripada demo-demo’. Jadinya kami ngobrol banyak,” ceritanya.
Karier Professional
Setelah lulus dari Fakultas Hukum UGM dengan skripsi yang mengambil tema hukum dagang (merger dan akuisisi) dengan dosen penguji skripsi Prof. Nindyo Pramono,
Ganjar Pranowo mencoba mencari rezeki di Jakarta dengan bekerja di lembaga konsultan HRD yaitu PT. Prakasa.
Selain itu, ia juga pernah bekerja di PT. Prastawana Karya Samitra dan PT. Semeru Realindo Inti.
Karier Politik
Karena pernah aktif di GMNI dan mengagumi Soekarno, secara ideologis Ganjar masuk ke dalam simpatisan PDI. Tahun 1996, PDI dilanda konflik internal antara pendukung Soerjadi dan Megawati Soekarnoputri sebagai representasi trah Bung Karno.
Tahun 1996 menjadi tonggak perubahan yang diinginkan masyarakat kelas bawah melalui figur Megawati Soekarnoputri. Ganjar ikut mendukung Megawati. Slogan pro Mega (Promeg) dipakainya bahkan sempat membuat Ganjar remaja bersitegang dengan orang tua.
Maklum saja, ayah Ganjar adalah seorang polisi sedangkan kakaknya seorang hakim yang oleh Orba seluruh pejabat publik dilarang berpolitik dan harus mendukung Golkar sepenuhnya.
Setelah tumbangnya Orde Baru, Ganjar sempat disarankan mendaftar sebagai calon anggota legislatif pada Pemilu 1999 akan tetapi dia menolak dan memilih berkeluarga dan mengurus bisnis di PT. Prastawana Karya Samitra dan PT. Semeru Realindo. Sebelum menjadi Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo adalah anggota DPR RI selama dua periode, 2004-2009 dan 2009-2014.
Namun, pada periode kedua tidak diteruskan karena terpilih sebagai Gubernur Jawa Tengah. Sebenarnya, pada periode 2004-2009 dia tidak lolos ke Senayan, akan tetapi ia menerima tugas sebagai pengganti antar waktu (PAW) untuk menggantikan rekan separtainya yang berada dalam daerah pemilihan yang sama (Jawa Tengah 7 (Kabupaten Kebumen, Purbalingga, dan Banjarnegara), Jakob Tobing, yang ditugaskan oleh Presiden Megawati Sukarnoputri menjadi duta besar untuk Korea Selatan
Ganjar adalah salah satu putra terbaik bangsa ini dan salah satu dari calon next presiden Indonesia 2024 , impian saya sih berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ( kalok bisa) ga kebayang Indonesia benar-benar mencapai masa keemasan. (Red)