Beritapantau.online | Kerinci, – Bantuan Langsung Tunai (BLT) Covid19 dari Pemerintah sehendaknya disalurkan sesuai SOP dan kriteria penerima, diutamakan Masyarakat yang berpenghasilan rendah dan serabutan. Tidak dianjurkan kepada masyarakat mampu dan berpenghasilan tinggi, pebisnis atau orang kaya.
Namun lain halnya yang terjadi di Desa yang penulis maksudkan, selain tidak ada kesadaran dan pandangan peduli sosial masyarakat, masih terdapat warga tidak mampu yang terabaikan hak-haknya oleh oknum yang dinilai tidak mampu mengurus anak kemanakan yang seharusnya dilepas pagi dimasuk petang tersebut, sehingga mengakibatkan terjadi pembiaran terhadap mereka yang sangat membutuhkan uluran tangan untuk menyambung kehidupan sehari-hari.
Berbagai bentuk bantuan yang diberikan untuk warga miskin, BLT, PKH, Bedah Rumah dan lain sebagainya, bertujuan untuk mensejahterakan rakyat terutama Masyarakat miskin yang berpenghasilan tidak tetap, hal tersebut merupakan aturan yang seharusnya menjadi petunjuk pelaksanaan program mulia Pemerintah dalam mengatasi dan mengurangi dampak sosial.
Di Desa Lolo Kecil Kecamatan Gunung Raya Kabupaten Kerinci, pada pelaksanaan program BLT Covid19, seharusnya tidak terjadi human eror pada proses pembagian, karena banyak ditemukan penerima BLT berpenghasilan tinggi, pebisnis, memiliki fasilitas hidup yang tidak kurangnya, sementara anak yatim dan keluarga tidak mampu diabaikan. Hal ini dikarenakan adanya dugaan pilih kasih dalam pembagian bantuan tersebut. Selain itu, pemotongan bantuan juga diduga ada dilakukan pada penerima BLT Desa Lolo Kecil tahun 2020 hingga sekarang. Pemotongan dilakukan dengan dalih sebagai dana untuk pegawai yang bekerja, sekaligus beli rokok dan air minum, sangat miris bila dipikirkan. Dak yu? Hehe…
Namun ada sebuah keluarga yang sangat membutuhkan bantuan tersebut, namun terabaikan hak-haknya sebagai penerima bantuan, BLT Covid19, PKH maupun Bedah Rumah oleh pemerintah. Yuk kita simak kisahnya, jangan di skip ya???
Sebut saja Bunga Upik empat beradik yang sebelumnya pulang dari rantau sekira lima tahun yang lalu, menjalani hidup yang serba kekurangan ditengah masyarakat, selain dari tuntutan kehidupan untuk menyambung hidup, Bunga Upik adik beradik juga harus membiayai anak-anak mereka demi menempuh pendidikan dasar, niat hatinya ada persamaan dengan anak-anak lain disegi pendidikan walaupun dia harus banting tulang siang malam demi sekolah anaknya.
Disudut lain, Bunga Upik yang diketahui sebagai masyarakat miskin, tidak memiliki tempat tinggal (rumah.red) sekarang tinggal bersama dua laki isteri yang sudah tidak muda lagi yang selama ini membantu mereka demi mendapatkan haknya, walaupun seadanya yang mampu diberikan oleh orang yang penulis maksudkan. Kini mereka empat beradik tersebut berharap besar agar Tuhan memberikan kesehatan kepada mereka berdua Nino dan nanggut tersebut, agar anak-anak mereka dapat tinggal dirumah yang selayaknya dapat dihuni untuk menghindari hujan dan panas, dan sebagai tempatnya beribadah kepada Tuhan.
Ditanya penulis terkait kisah pilu dan haru tersebut kepada Bunga Upik empat beradik yang dialaminya tersebut, dengan nada sendu dia bercerita tentang kehidupan sehari-hari yang harus dijalani dengan harapan agar mendapat kehidupan yang layak, namun takdir berkata lain, dia harus menghadapi cobaan hidup yang getir.
Dikatakannya, sebelumnya dia, Bunga Upik empat beradik itu pernah menumpang di sebuah rumah, katakanlah rumah pusaka yang dapat dihuni oleh siapa saja, namun malang nasibnya, dia diusir dari rumah tersebut, mau tidak mau dia harus segera meninggalkan rumah itu demi menjaga hubungan baik dan tidak mau meributkan yang bukan haknya.
Selain ibu, dia juga sebagai ayah pada anak-anaknya, tanggung jawabnya selaku kepala keluarga harus dipikul meski terasa sangat berat, karena kehidupan membutuhkan pengorbanan, sebelum ajal menjemput, tanggung jawab harus dipegang meskipun itu terasa panas.
“Saya adalah seorang janda, anak dua, tidak punya tempat tinggal, bantuan pemerintah tidak saya dapatkan, baik itu BLT, PKH maupun Bedah Rumah oleh pemerintah, semuanya tidak ada,” ujar Bunga Upik kepada penulis ini. Dijelaskannya lagi, sebelumya pendataan sudah berkali-kali, namun hingga hari ini tidak ada satupun yang terealisasi, seolah-olah ada yang bermain setali tiga suku didalam hal ini, maksudnya jika tidak ada pelicin jangan harap akan dapat bantuan. Jelasnya.
Sementara itu, Kepala Desa Lolo Kecil Kecamatan Gunung Raya Kabupaten Kerinci yang kini dijabat oleh Januar putra Daerah Desa Lolo yang dulu konon katanya mau mengangkat derajat masyarakat miskin setelah dirinya menjabat, kini setelah jabatan ditangannya tidak ada satupun janji yang ditepatinya, masyarakat miskin dan anak yatim menjadi bahan jualan politik pada saat kampanyenya pada Pilkades lalu.
Didatangi penulis kediamannya di Desa Lolo Kecil, Kades Januar tidak berada dirumah ketika hendak dikonfirmasi terkait pendataan penerima bantuan BLT PKH maupun Bedah Rumah yang diduga diselubungi oleh permainan setali tiga suku. Hingga tulisan ini dipublikasikan, tidak ada statement dari penyelenggara bantuan khususnya di Desa Lolo Kecil Kecamatan Gunung Raya Kabupaten Kerinci untuk dimuat di media ini.*polaman*